TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengapresiasi langkah Presiden Amerika Joe Biden mengakui pembantaian tahun 1915 sebagai Genosida. Lewat surat, Pashinyan menyebut deklarasi itu sungguh penting karena berkaitan dengan keamanan nasional Armenia usai perang di Nagorno-Karabakah tahun lalu.
"Pengakuan terhadap genosida (di tahun 1915) adalah perkara kebenaran, keadilan sejarah, serta keamanan terhadap Armenia, terutama usai perang yang terjadi tahun lalu," ujar Nikol Pashinyan dalam suratnya, dikutip dari Reuters, Sabtu, 24 April 2021.
Diberitakan sebelumnya, Joe Biden akhirnya menepati janji kampanyenya dengan mengakui pembantaian warga Armenia oleh Kekaisran Ottoman di tahun 1915 sebagai genosida. Keputusan itu ia ambil seiring dengan memburuknya hubungan Amerika dan Turki yang berdiri usai Kekaisaran Ottoman runtuh di tahun 1923.
Peristiwa pembantaian Armenia itu sendiri berkaitan erat dengan Perang Dunia I. Dalam perang itu Turki Ottoman, yang berada di pihak Jerman dan Kerajaan Austro-Hungarian, khawatir Armenia akan mendukung pihak lawan yakni Rusia. Rusia, pada saat itu, diketahui mengincar Konstantinopel (sekarang Istanbul) yang memegang akses atas laut hitam.
Khawatir warga Armenia yang tinggal di Ottoman akan benar-benar mendukung Rusia, kekaisaran mencap mereka sebagai ancaman nasional. Tak lama setelah itu, pembantaian dimulai dengan jumlah korban mencapai jutaan. Beberapa di antaranya tewas karena kelaparan atau kehausan ketika deportasi besar-besaran dilakukan terhadap warga Armenia di Anatolia.
Presiden AS Joe Biden berbicara tentang sektor lapangan pekerjaan dan ekonomi di Gedung Putih di Washington, AS, 7 April 2021. [REUTERS / Kevin Lamarque]
Sebelum Joe Biden, hanya ada satu Presiden Amerika yang secara publik mengakui pembantaian Armenia di tahun 1915. Ia adalah Ronald Reagan. Setelah Reagan, semua presiden kecuali Joe Biden berusaha menghindari isu Armenia untuk menjaga hubungan baik dengan Turki.
Azerbaijan, sebagai pihak yang disokong Turki dan berperang dengan Armenia di Nagorno-Karabakah, mengecam deklarasi Joe Biden. Menurut mereka, Joe Biden salah mengintepretasikan peristiwa yang terjadi lebih dari 100 tahun lalu.
"Ini adalah upaya untuk menyalahi atau menulis ulang sejarah. Penggunaan sejarah untuk kepentingan politik tidak bisa diterima," ujar Kementerian Luar Negeri Azerbaijan dalam keterangan persnya.
Turki juga telah mengecam keputusan Joe Biden. Juru bicara Pemerintah Turki, Ibrahim Kalin, pernyataan Joe Biden memiliki agenda untuk menyudutkan mereka. Selain itu, juga menyebut pernyataan terkait sebagai langkah populis.
Baca juga: Usai Dikritik, Joe Biden Akan Tambah Jumlah Pengungsi yang Diizinkan ke AS
ISTMAN MP | REUTERS