TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Joe Biden membuat pernyataan bersejarah dengan mengakui pembantaian Armenia di Kekaisaran Ottoman pada 1915 sebagai genosida. Selama ini, Amerika selalui menghindari segala kemungkinan mengakui peristiwa tersebut untuk menjaga hubungan baik dengan Turki. Namun, seiring dengan memburuknya hubungan kedua negara, deklarasi terbaru mempertegas status terbaru Amerika dan Turki.
"Beberapa dekade terakhir, warga Armenia telah memperkaya Amerika dalam banyak cara, namun mereka tidak pernah melupakan sejarah tragis mereka. Kami menghormati cerita mereka, merasakan penderitaan mereka, dan mengakui sejarah itu. Kami tidak ingin sejarah terulang," ujar Joe Biden, dikutip dari kantor berita Reuters, Sabtu, 24 April 2021.
Administrasi Joe Biden menegaskan bahwa deklarasi ini bukan bertujuan untuk mengukum Turki ataupun menyalahkan pihak tertentu. Sebaliknya, kata ia, sebagai upaya untuk mendorong rekonsiliasi antara Turki dan Armenia.
Sebagai catatan, deklarasi kali ini sekaligus sebagai pemenuhan janji dari Joe Biden. Saat ia masih menjadi calon Presiden Amerika tahun lalu, Joe Biden berjanji di depan diaspora dan warga Amerika keturunan Armenia bahwa dia akan berupaya mengakui peristiwa pembantaian di tahun 1915.
Sejumlah sukarelawan Armenia bersembunyi di parit sambil mendengarkan instruksi saat mengikuti latihan menembak di tengah konflik perang dengan Azerbaijan di Yerevan, Armenia, 27 Oktober 2020. Latihan menembak ini diikuti oleh puluhan warga baik pria dan wanita. REUTERS/Gleb Garanich
Selama ini, cuma ada satu Presiden Amerika yang mengakui peristiwa pembantaian Armenia. Presiden tersebut adalah Ronald Reagan yang mengakui pembantaian itu secara publik. Setelah ia, tidak ada lagi Presiden Amerika yang mengakuinya, bahkan setelah Turki dan Armenia meneken kesepakatan rekonsiliasi yang kemudian dibatalkan.
Peristiwa pembantaian Armenia itu sendiri berkaitan erat dengan Perang Dunia I. Dalam perang itu Turki Ottoman, yang berada di pihak Jerman dan Kerajaan Austro-Hungarian, khawatir Armenia akan mendukung pihak lawan yakni Rusia. Rusia, pada saat itu, diketahui mengincar Konstantinopel (sekarang Istanbul) yang memegang akses atas laut hitam di mana merupakan perairan strategis.
Khawatir warga Armenia yang tinggal di Ottoman akan benar-benar mendukung Rusia, kekaisaran mencap mereka sebagai ancaman nasional. Tak lama setelah itu, pembantaian dimulai dengan jumlah korban mencapai jutaan. Beberapa di antaranya tewas karena kelaparan atau kehausan ketika deportasi besar-besaran dilakukan terhadap warga Armenia di Anatolia.
Peneliti dari Hellenic Foundation for European and Foreigen Policy, Nicholas Danforth, tidak kaget dengan langkah Joe Biden mengakui pembantaian Armenia pada 1915. Menurutnya, hubungan Amerika dan Turki sudah terlalu buruk sehingga tidak ada lagi hal yang bisa menghentikan Joe Biden untuk tidak mengakui pembantaian tersebut.
Presiden Turki Tayyip Erdogan menyapa pasukan dalam parade militer untuk menandai kemenangan atas konflik Nagorno-Karabakh, di Baku, Azerbaijan 10 Desember 2020. Kunjungan tersebut untuk memperingati keberhasilan militer Azerbaijan baru-baru ini dalam membebaskan wilayah Nagorno-Karabakh dari hampir 30 tahun pendudukan Armenia. Murat Cetinmuhurdar/Presidential Press Office/Handout via REUTERS
"Ankara tidak lagi memiliki sekutu di Amerika untuk mencegah deklarasi tersebut. Washington, di sisi lain, tidak khawatir misalkan Turki marah sekalipun," ujar Danforth.
Perkembangan terakhir, Turki telah mengecam keputusan Joe Biden. Juru bicara Pemerintah Turki, Ibrahim Kalin, pernyataan Joe Biden memiliki agenda untuk menyudutkan mereka. Selain itu, juga menyebut pernyataan terkait sebagai langkah populis.
"Kami menyarankan Amerika untuk urusi sendiri sejarah mereka di masa lalu dan sekarang," ujar Kalin.
Beberapa waktu terakhir, hubungan Amerika dan Turki memburuk terkait berbagai isu. Beberapa di antaranya adalah pembelian sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia, hak asasi manusia, hingga perbedaan sikap soal Suriah. Soal pembelian sistem pertahanan udara itu sendiri sudah direspon Amerika dengan pemberian sanksi sebelum Joe Biden menjadi Presiden.
Baca juga: Panglima Militer Armenia Dipecat Karena Diduga Ingin Kudeta
ISTMAN MP | REUTERS