TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Chad Idriss Deby meninggal saat mengunjungi pasukan di garis depan pertempuran melawan pemberontak utara, kata seorang juru bicara militer pada Selasa.
Kematiannya terjadi sehari setelah ia dinyatakan sebagai pemenang pilpres untuk masa jabatan keenam.
Idriss Deby unggul 79,3 persen suara dalam pemilu 11 April setelah para pemimpin oposisi memprotes upayanya untuk memperpanjang 30 tahun kekuasaan, France24 melaporkan.
Jenderal Mahamat Kaka, putra Idriss Deby, diangkat menjadi kepala negara sementara, kata juru bicara militer, menurut laporan Al Jazeera.
Dikutip dari Reuters, 20 April 2021, tim kampanye Idriss Deby mengatakan pada Senin bahwa dia menuju ke garis depan untuk bergabung dengan pasukan yang memerangi "teroris".
Pemberontak yang berbasis di perbatasan utara di Libya menyerang sebuah pos perbatasan pada hari pemilu dan kemudian maju ratusan kilometer ke selatan melintasi gurun.
Kelompok pemberontak Front for Change and Concord in Chad (FACT), yang berbasis di perbatasan utara dengan Libya, terus menerobos ke selatan setelah menyerang sebuah pos perbatasan pada hari pemilihan dan menyerukan diakhirinya kepresidenan Idriss Deby.
Idriss Deby menunda pidato kemenangannya kepada para pendukung dan malah pergi mengunjungi tentara Chad di garis depan, menurut manajer kampanyenya.
Menurut konfirmasi dari tentara nasional Chad yang dibacakan di radio nasional, Presiden Idriss Deby meninggal karena luka saat memimpin pasukannya dalam pertempuran melawan pemberontak di utara, The Africa Report melaporkan.
Idriss Deby, 68 tahun, berkuasa dalam pemberontakan di Chad pada 1990 dan merupakan salah satu pemimpin terlama di Afrika.