TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) optimistis pandemi COVID-19 bisa dikendalikan dalam hitungan bulan. Syaratnya, menurut Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, adalah sumber daya pengendalian pandemi COVID-19, termasuk vaksin, terdistribusi secara merata dan memiliki kualitas yang terjaga.
"Kita punya alat untuk membuat pandemi COVID-19 ini terkendali dalam hitungan bulan. Namun, kita harus menggunakannya secara konsisten dan adil," ujar Ghebreyesus, dikutip dari Channel News Asia, Selasa, 20 April 2021.
Baca juga:
Meski pede pandemi bisa dikendalikan dalam hitungan bulan, ia mengakui bahwa hal tersebut bakal menantang. Salah satunya, karena pertumbuhan kasus COVID-19 yang relatif tinggi, terutama di kelompok usia 25-59 tahun. Ghebreyesus menyalahkan banyaknya varian baru COVID-19 untuk hal itu.
Salah satu varian baru COVID-19 yang dianggap WHO berbahaya adalah varian India, B.1.617. Menurut keterangan WHO, varian B.1.617 dapat menyebabkan peningkatan penularan atau bahkan penurunan netralisasi akibat mutasi spesifik yang dimilikinya.
Bukti betapa bahayanya varian tersebut bisa dilihat pada situasi pandemi di India. Jumlah kasus harian di sana meningkat pesat sejak Februari. Dari yang awalnya di kisaran belasan ribu per hari menjadi 250 ribu per hari ketika berita ini ditulis. India sekarang menempati posisi kedua negara paling terdampak dengan 15 juta kasus dan 180 ribu kematian.
"Butuh sembilan bulan untuk mencapai 1 juta kematian. Selanjutnya 4 bulan untuk mencapai 2 juta kematian dan sekarang 3 bulan untuk mencapai satu juta kematian," ujar Ghebreyesus.
Pasien Covid-19 mendapatkan perawatan di bangsalrumah sakit Lok Nayak Jai Prakash (LNJP), di tengah penyebaran penyakit virus corona di New Delhi, India, 15 April 2021. [REUTERS / Danish Siddiqui]
Kepala ahli epidemi WHO, Maria van Kerkhove, menyatakan hal senada dengan Ghebreyesus. Ia berkata, tren pandemi saat ini menunjukkan peningkatan kasus pada kelompok usia yang sebelumnya kurang terdampak. Hal itu diyakini karena varian baru COVID-19 yang beragam.
"Kami mendapati kenaikan tingkat penularan di seluruh kelompok usia. Pekan lalu, kami juga mendapat laporan ada 5,2 juta kasus baru per pekan, tertinggi sejak pandemi dimulai," ujar Kerkhove menegaskan.
Sebelumnya, WHO menyalahkan masih tidak meratanya distribusi vaksin COVID-19 di seluruh dunia sebagai penyebab belum terkendalinya pandemi. Meski jangkauan distribusi kian luas, sudah mencapai 100 lebih negara, porsi suplai yang diberikan masih timpang. Kebanyakan suplai vaksin COVID-19 dikuasai negara-negara besar.
Salah satu negara dengan suplai vaksin COVID-19 terbesar adalah Amerika. Saking besarnya, Amerika dilaporkan memiliki surplus 600 juta dosis misalkan tidak ada penyesuaian lagi dalam program vaksinasinya. Beberapa negara dikabarkan meminta Amerika untuk membagikan surplus itu.
Timpangnya rasio suplai dengan populasi di berbagai negara tak ayal membuat kampanye vaksinasi tak maksimal. Di Indonesia, misalnya, rasio vaksinasi per 100 dikabarkan masih di bawah angka dunia, 4,2. Sementara itu, rasio dunia 7,4 orang per 100. Hal ini yang dikeluhkan WHO.
Baca juga: WHO Sebut Varian Covid-19 Baru dari India Kemungkinan Lebih Menular
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA