TEMPO.CO, Jakarta - Pasukan asing di bawah komando NATO akan meninggalkan Afganistan pada 11 September setelah Joe Biden mengumumkan penarikan pasukan AS yang akan dimulai 1 Mei.
Sekitar 7.000 pasukan non-AS dari sebagian besar negara NATO, di tambah pasukan dari Australia, Selandia Baru, dan Georgia, melebihi jumlah 2.500 pasukan AS di Afganistan, tetapi masih mengandalkan dukungan udara, perencanaan, dan kepemimpinan Amerika untuk misi pelatihan mereka.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, berbicara bersama Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, mengatakan keputusan itu sulit.
"Ini bukan keputusan yang mudah, dan mengandung risiko. Seperti yang saya katakan selama berbulan-bulan, kami menghadapi dilema. Karena alternatif untuk pergi dengan cara yang teratur adalah dengan mempersiapkan komitmen militer jangka panjang dan terbuka dengan kemungkinan lebih banyak pasukan NATO," kata Stoltenberg dalam konferensi pers pada Rabu, dikutip dari Reuters, 15 April 2021.
Presiden AS Joe Biden memberikan pidato pada Rabu di Washington mengumumkan penarikan pasukan AS, mengatakan bahwa sudah waktunya untuk mengakhiri perang Afganistan selamanya.
Sejumlah sumber mantan pejabat dan pejabat saat ini mengatakan kepada CNN, para penasihat militer khawatir atas konsekuensi keputusan Joe Biden. Penasihat itu termasuk Ketua Kepala Gabungan Militer AS Jenderal Mark Milley, pemimpin Komando Pusat AS Jenderal Frank McKenzie dan beberapa pejabat Departemen Luar Negeri, mengaku khawatir atas teror dan keamanan diplomat AS di Afganistan pasca-penarikan, CNN melaporkan.
Para pemimpin militer AS mengerahkan sekitar 2.500 pasukan AS untuk memberikan dukungan kontraterorisme dan keamanan diplomatik. Sementara jumlah akhir pasukan AS yang akan tetap di Afganistan untuk melindungi misi diplomatik AS masih diperdebatkan, diperkirakan akan turun di bawah angka itu.
Ada kekhawatiran Taliban akan kembali berkuasa dan kekerasan meningkat setelah penarikan, menurut para pejabat, meskipun Biden terus-menerus marah pada saran bahwa pasukan AS harus tetap di Afganistan lebih lama, menurut orang-orang yang akrab dengan diskusi itu.
Namun Biden mengatakan kepada penasihatnya, dia telah berjanji kepada para pemilih akan mengakhiri perang terlama Amerika Serikat, bahkan jika itu bertentangan dengan rekomendasi dari jenderal-jenderal utamanya.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menghadiri konferensi pers di markas NATO di Brussels, Belgia 14 April 2021.[Kenzo Tribouillard / Pool via REUTERS]
Kehadiran pasukan NATO plus di Afganistan adalah bagian integral dari misi Resolute Support, yakni untuk melatih dan melengkapi pasukan keamanan Afganistan yang memerangi Taliban, yang digulingkan dari kekuasaan oleh invasi AS pada 2001 dan sejak itu melancarkan pemberontakan.
Dengan jumlah pasukan non-AS mencapai 40.000 pada 2008, Eropa, Kanada dan Australia telah bergerak bersama-sama dengan Amerika Serikat dalam sebuah misi yang juga menyediakan dana jangka panjang untuk membangun kembali Afganistan meskipun kekerasan Taliban dan korupsi pejabat merajalela.
"Ini bukan akhir dari hubungan kami dengan Afganistan, melainkan awal dari babak baru. Sekutu NATO akan terus mendukung rakyat Afganistan tetapi sekarang waktunya bagi rakyat Afganistan untuk membangun perdamaian berkelanjutan yang mengakhiri kekerasan," kata Stoltenberg.
Jerman dan Bulgaria adalah dua dari 36 negara yang terlibat dalam Resolute Support untuk segera mengumumkan rencana penarikan. Kanselir Jerman Angela Merkel dan Biden membahas kehadiran militer NATO di Afganistan via telepon, dan setuju untuk mengkoordinasikan langkah-langkah di masa depan, kata seorang juru bicara pemerintah Jerman.
Setelah mundur, Amerika Serikat dan NATO akan mengandalkan pasukan militer dan polisi Afganistan, yang telah mereka kembangkan dengan dana miliaran dolar AS untuk menjaga keamanan, meskipun pembicaraan damai masih belum selesai dan pemberontakan Taliban semakin kuat.
Alasan utama penarikan terkoordinasi adalah fakta bahwa NATO mengandalkan kemampuan pengangkutan udara AS dan pengiriman untuk memindahkan peralatan berharga kembali ke negara asal dari Afganistan yang terkurung daratan.
Selain itu, alasan NATO mengikuti keputusan penarikan Joe Biden karena ingin menghindari perangkat keras militer apapun jatuh ke tangan militan Afganistan, seperti yang terjadi setelah penarikan pasukan AS dari Irak.
Baca juga: Afghanistan Papers: Amerika Serikat Gagal dalam Perang Afganistan