TEMPO.CO, - Puluhan personel polisi Jerman dicurigai mencuri pistol, senapan mesin ringan dan amunisi lalu memberikannya ke arena tembak yang terafiliasi kelompok ekstremis sayap kanan. Nordkreuz, kelompok yang menjadi pusat penyelidikan, memiliki keyakinan jika Jerman akan runtuh ke dalam perang saudara di tengah keberadaan kelompok-kelompok ekstremis Islam.
Menurut pesan yang dikirim lewat aplikasi pesan terenkripsi, sekitar 50 anggota Nordkreuz yang berasal dari tentara dan perwira polisi, merencanakan untuk mengeksploitasi kekacauan perang saudara dengan merebut kekuasaan lewat kudeta militer menggunakan senjata yang disimpan di "rumah aman" mereka di seluruh negeri.
Polisi menggerebek salah satu pendiri grup, seorang petugas polisi yang dikenal sebagai Marko G, 50 tahun. Polisi menemukan 55 ribu selongsong peluru untuk berbagai senjata api.
Simpanan itu termasuk 90 peluru senapan sniper yang diyakini telah dicuri dari gudang senjata pasukan khusus di negara bagian tenggara Bavaria.
Dalam penggerebekan terpisah terhadap anggota Nordkreuz lainnya, pihak berwenang menemukan lebih dari 7 ribu selongsong peluru untuk berbagai senjata yang dicuri dari gudang senjata Saxony.
Jaksa penuntut mengatakan, amunisi itu diserahkan ke jajaran Baltic Shooters di kota Gustrow, di timur laut negara itu, dengan imbalan pelajaran senjata api yang tidak sah.
Tujuh belas petugas dari unit pasukan khusus polisi di Saxony, dan setidaknya tiga dari mitranya di Bavaria, sedang diselidiki.
Petric Kleine, presiden kepolisian negara bagian Saxony, mengatakan: “Tuduhan ini terasa seperti tamparan di wajah agen saya. Saya sangat marah dan kecewa karena seluruh unit operasi khusus tidak hanya dengan sengaja mengabaikan perintah mereka, tetapi beberapa dari mereka menyalahgunakan kepercayaan kami untuk kegiatan kriminal mereka," katanya dikutip dari Arab News, Selasa, 13 April 2021.
Lapangan tembak Gustrow dikatakan telah digunakan sebagai penghubung untuk Nordkreuz. Marko G secara berkala bekerja di sana sebagai instruktur senjata api, dan dijatuhi hukuman percobaan selama 21 bulan karena melanggar undang-undang senjata.
Investigasi terhadap Nordkreuz juga menyeret salah satu penembak top Jerman, Frank Thiel, juara menembak nasional 42 kali. Thiel sempat menjadi anggota Nordkreuz tetapi membantah adanya kecenderungan ekstremis.
Dia dimasukkan ke grup obrolan Nordkreuz pada 2015, tetapi keluar sebulan kemudian. "Grup tersebut bergerak ke arah yang tidak sesuai dengan saya," katanya. Thiel saat ini berstatus sebagai saksi dalam penyelidikan Nordkreuz.
Jerman bekerja keras untuk melawan pengaruh yang tumbuh dari sayap kanan. Sebuah laporan pads 2019 oleh Kementerian Dalam Negeri memperingatkan sekitar 24 ribu ekstremis sayap kanan di negara itu, hampir 13 ribu di antaranya cenderung melakukan kekerasan.
Pada Oktober 2019, seorang teroris ekstremis sayap kanan menembak mati dua orang di dekat sinagog di kota Halle. Pada Februari 2020, seorang neo-Nazi melakukan dua penembakan massal di bar shisha di kota Hanau, Jerman, dan menewaskan sembilan orang, yang semuanya memiliki latar belakang imigran.
Baca juga: Jerman Alami Defisit Tertinggi dalam 30 Tahun Terakhir Akibat Pandemi
Sumber: ARAB NEWS