TEMPO.CO, Jakarta - Pakar mengkhawatirkan langkah Raja Abdullah II memerintahkan penangkapan dan penahanan anggota keluarga Kerajaan Yordania. Beberapa bahkan menyebutnya sebagai langkah mematikan, memberi gambaran kepada masyarakat perihal apa yang terjadi jika mereka melawan pemerintah dalam bentuk apapun. Jika tidak ditangani dengan baik, isu tersebut bisa mengurangi popularitas Raja Abdullah II.
"Penangkapan dan penahanan tersebut bisa dikatakan peringatan terhadap warga Yordania. Jika anggota keluarga Kerajaan Yordnia saja bisa dihalangi, apalagi terhadap warga biasa," ujar Professor Hubungan Internasional dari Waterloo University, Bessma Momani, dikutip dari Channel News Asia, Senin, 5 April 2021.
Seperti diberitakan sebelumnya, militer menangkap puluhan pejabat dan anggota keluarga Kerajaan Yordania pada akhir pekan lalu. Menurut Militer Yordania, penangkapan tersebut dilakukan karena para target diyakini menjadi ancaman terhadap "keamanan dan stabilitas Yordania".
Salah satu yang ditangkap oleh Militer Yordania adalah pria yang sebelumnya memegang gelar Putra Mahkota, Hamzah bin Hussein. Oleh Militer Yordania, Hussein dijadikan tahanan rumah, tidak diperbolehkan berkomunikasi ataupun melakukan aktivitas yang bisa mengancam keamanan Yordania tanpa seizin mereka.
Hussein diam-diam membocorkan kabar penangkapannya ke media. Ia mengabarkan dirinya dicurigai telah menyusun rencana makar. Adapun ia menyakini dugaan tersebut muncul karena dirinya kerap mengkritik pemerintahan Raja Abdullah II yang ia rasa tidak bagusnya performanya.
Beberapa tahun terakhir, di bawah pemerintahan Raja Abdullah II, Yordania memang tidak berada di dalam kondisi terbaiknya, Berbagai krisis menerpanya, mulai dari serbuan kelompok teroris ISIS, melonjaknya angka pengungsi dari Suriah, hingga perlambatan ekonomi karena efek COVID-19.
Bessma Monami melanjutkan, popularitas Hussein perlahan meningkat di masa-masa krisis itu, terutama di kalangan oposisi. Dikombinasikan dengan kritik-kritiknya selama ini, tak mengherankan ia kemudian dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas dan keamanan Yordania. Namun, menurut Momani, tidak seharusnya Raja Abdullah bertindak "sekeras" itu.
"Penahanan rumah Hussein sifatnya merugikan diri sendiri karena berpotensi makin meningkatkan popularitasnya," ujar Momani.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bertemu dengan Raja Yordania, King Abdullah II di Washington. aawsat.com
Walau penangkapan para anggota keluarga Kerajaan Yordania berpotensi mengurangi popularitas Raja Abdullah II secara internal, hal tersebut belum tentu berlaku untuk dukungan eksternal. Sejak penangkapan dilakukan, dukungan kepada Raja Abdullah II dari negara-negara tetangga mengalir. Beberapa di antaranya dari Amerika dan Arab Saudi.
Analis politik Yordania, Labib Kamhawi, menjelaskan bahwa masih besarnya dukungan eksternal terhadap Raja Abdullah II disebabkan posisi negaranya yang strategis. Di sisi lain, Yordania juga penjaga dari tanah suci Islam di Yerusalem di mana warga Palestina tinggal. Jika sampai ketegangan terjadi di Yordania, beberapa negara khawatir efeknya akan berentai ke negara-negara lain di Timur Tengah.
"Tidak ada satupun negara di Timur Tengah yang ingin melihat kekacauan pada rezim tertentu. Hal itu bisa menular," ujar Kamhawi.
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menyakini penangkapan anggota keluarga monarki tidak akan berdampak buruk ke Raja Abdullah II. Ia malah mengklaim bahwa jika para anggota keluarga kerajaan tersebut tidak ditangkap, Yordania yang dalam bahaya. Apalagi, kata Safadi, ada dugaan para pelaku telah berkomplot dengan pihak asing yang ia enggan sebutkan siapa.
"Stabilitas kerajaan dan keamanan negara melebihi segalanya. Plot untuk mengganggu keamanan dan stabilitas Yordania sudah berhasil ditangani," ujar Ayman Safadi mengakhiri.
Baca juga: Beberapa Anggota Kerajaan Yordania Ditangkap dan Ditahan Aparat
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA