TEMPO.CO, Jakarta - Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw (CRPH), parlemen sipil darurat Myanmar yang dibentuk untuk menandingi junta militer, mengatakan akan membentuk pemerintahan minggu pertama April dan menyusun konstitusi baru Myanmar.
CRPH dibentuk oleh anggota parlemen Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi, yang menang telak dalam pemilihan umum 8 November 2020, tetapi dikudeta pada 1 Februari hanya beberapa jam sebelum menjabat.
"Pemerintah persatuan nasional sementara akan dibentuk berdasarkan Piagam Demokrasi Federal yang telah disepakati. Pyidaungsu Hluttaw adalah Parlemen Persatuan Myanmar," kata CRPH dalam pernyataan, dikutip dari The Irrawaddy, 3 April 2021.
Menurut Piagam Demokrasi Federal setebal 20 halaman, yang diumumkan kepada publik pada Rabu malam, pemerintah persatuan akan terdiri dari seorang presiden, penasihat negara bagian, dua wakil presiden, seorang perdana menteri, menteri, dan deputi.
Pemerintah Persatuan Myanmar akan bekerja untuk menggulingkan junta dengan menggunakan segala cara: secara politik, ekonomi, sosial, melalui urusan luar negeri, melalui diplomasi, pertahanan dan keamanan, bunyi Piagam Demokrasi Federal.
Piagam Demokrasi Federal juga menguraikan kesepakatan awal tentang pembentukan persatuan demokratis federal dan pengaturan konstitusional sementara, sebelum negara tersebut mengadopsi Konstitusi baru yang dapat menjamin kesetaraan dan otonomi melalui referendum nasional.
Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi dan Wakil Presiden Win Myint menghadiri sidang parlemen untuk memilih presiden baru Myanmar di Naypyitaw, Myanmar 28 Maret 2018. [REUTERS / Stringer]
Anggota Piagam Demokrasi Federal termasuk anggota parlemen terpilih yang direbut haknya untuk kursi parlemen melalui kudeta militer 1 Februari, partai politik pro-demokrasi, pemimpin gerakan pembangkangan sipil, dan kelompok masyarakat sipil serta kelompok etnis bersenjata, kata CRPH.
Setelah Piagam Demokrasi Federal diumumkan ke publik, CRPH juga mengumumkan pencabutan Konstitusi 2008, dengan mengatakan bahwa konstitusi itu dirancang untuk memperpanjang kekuasaan militer dan mencegah munculnya serikat federal yang demokratis.
Kudeta militer pada 1 Februari melanggar Konstitusi dan sebagai akibatnya konstitusi tersebut batal, kata CRPH.
Konstitusi 2008 yang dirancang oleh militer secara otomatis memberi militer seperempat kursi parlemen dan tiga jabatan menteri bersama dengan kekuasaan khusus lainnya, hak istimewa, dan bahkan kekebalan dari penuntutan atas pelanggaran hak asasi manusia.
Junta militer mengumumkan status darurat satu tahun pada 1 Februari setelah menahan Presiden U Win Myin, Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi, dan pejabat pemerintah lainnya.
Baca juga: Save the Children: 43 Anak-anak Myanmar Tewas Sejak Kudeta Dimulai
Kudeta militer ditentang rakyat Myanmar yang telah melakukan demonstrasi dan mogok massal setiap hari sampai saat ini. Pada Sabtu lima orang tewas setelah aparat menembaki massa unjuk rasa, Reuters melaporkan.
Meski 550 orang lebih telah dibunuh pasukan keamanan sejak kudeta 1 Februari, pengunjuk rasa terus turun ke jalan setiap hari, seringkali dalam kelompok-kelompok kecil di kota-kota kecil, untuk menyuarakan penentangan terhadap penerapan kembali kekuasaan junta militer Myanmar.
Kelompok aktivis yang memantau korban penahanan dan pembunuhan oleh junta, Assistance Association for Political Prisoners, mengatakan pasukan keamanan Myanmar telah membunuh 550 orang, 46 di antaranya anak-anak, sejak junta militer menggulingkan pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi.