TEMPO.CO, Jakarta - PBB tidak menutup kemungkinan perang saudara bisa terjadi Myanmar. Utusan khusus PBB untuk negeri seribu pagoda tersebut, Christine Schraner Burgener, menyatakan indikasi tersebut mulai terlihat jelas seiring dengan mulai munculnya kelompok-kelompok etnis bersenjata ke permukaan untuk merespon kudeta Myanmar.
Kehadiran-kehadiran kelompok etnis bersenjata itu sendiri, kata Burgener, tidak terhindarkan. Pembantaian oleh Militer Myanmar selama kudeta semakin luas, bahkan mulai menyasar anggota kelompok-kelompok etnis bersenjata. Salah satunya terjadi di negara bagian Karena di mana ribuan orang sampai harus mengungsi ke Thailand karena dibombardir dengan serangan udara.
"Kekejaman Militer Myanmar sudah terlalu parah dan banyak kombatan kelompok etnis bersenjata mengambil sikap melawan, meningkatkan potensi perang saudara dalam skala tak terkira," ujar Burgener, dikutip dari Channel News Asia, Kamis, 1 April 2021.
Burgener melanjutkan, jika perang saudara sampai dibiarkan terjadi, maka dampaknya akan terlalu besar untuk Myanmar. Bahkan, kata Burgener, akan membutuhkan jangka waktu panjang untuk menghilangkan dampaknya. Oleh karenanya, ia menyarankan adanya aksi segera untuk mencegah perang saudara agar jangan sampai terjadi.
Aksi kolektif, menurut Burgener, bisa menekan Militer Myanmar untuk mengakhiri kudetanya. Jika itu terjadi, maka potensi perang saudara pun bisa ditekan. Adapun Burgener mengatakan dukungan yang paling dibutuhkan adalah dari tetangga-tetangga Myanmar.
Dalam rapat Dewan Keamanan PBB Rabu malam, Burgener sudah menyampaikan hal tersebut. Namun, hasilnya tidak sesuai harapannya. Rapat DK PBB berakhir tanpa aksi yang konklusif selain kembali ke langkah-langkah diplomatis.
Kendaraan militer Myanmar berpartisipasi dalam parade pada peringatan Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, 27 Maret 2021. Sebanyak 2000 lebih orang ditahan secara sewenang-wenang saat protes terhadap kudeta militer. REUTERS/Stringer
Sementara itu, di saat bersamaan, Militer Myanmar melakukan gencatan senjata secara sepihak. Namun, mereka menegaskan bahwa gencatan senjata akan diakhiri begitu ada perlawanan dari warga dan kelompok etnis bersenjata yang mampu mengganggu kestabilan dan keamanan Myanmar.
Seperti diberitakan sebelumnya, kelompok-kelompok etnis bersenjata Myanmar, yang kebanyakan menguasai daerah perbatasan, menyatakan akan bergabung untuk merespon kudeta oleh junta. Menurut mereka, pembantaian oleh Militer Myanmar sudah kelewatan hingga menewaskan banyak warga Myanmar. Per berita ini ditulis, korban jiwa ada 520 orang.
Tiga di antaranya bahkan menyatakan akan bertarung melawan Militer Myanmar. Mereka adalah Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA), dan Arakan Army (AA). Dikutip dari Channel News Asia, ketiga menyatakan bakal mengakhiri gencatan senjata dengan Militer Myanmar sebagai bentuk perlawanan.
"Jika mereka terus membunuh warga Myanmar, maka kami tidak memiliki pilihan lain untuk mengakhiri gencatan senjata secara sepihak," ujar Brigadir Jenderal Tar Bhone Kyaw, pemimpin Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang.
Baca juga: Jika Tidak Dicegah, Myanmar Dalam Ancaman Perang Saudara
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA