TEMPO.CO, Jakarta - Militer Myanmar tidak pandang bulu soal siapa yang mereka bunuh dalam memukul mundur perlawanan warga. Anak-anak pun menjadi sasaran pembantaian mereka. Salah satunya terjadi dalam serangan udara ke nagara bagian Karen di tenggara Myanmar.
Dikutip dari CNN, Myanmar membombardir permukiman kelompok etnis Karen sejak Sabtu pekan lalu. Korban berjatuhan dan beberapa di antaranya adalah anak-anak. Seorang anak berusia lima tahun tewas terkena ledakan pada Ahad kemarin. Sementara itu, di hari yang sama, seorang anak berusia 12 tahun terluka parah di wajah karena serpihan bom. Hal itu secara lansgung menambah jumlah anak terdampak kudeta Myanmar.
"Penduduk desa, termasuk anak-anak di bawah umur, telah tewas terbunuh karena serangan udara Militer Myanmar," ujar Karen National Union, persatuan penduduk-penduduk desa di negara bagian Karen, Rabu, 31 Maret 2021.
Menurut data organisasi UNICEF, jumlah anak-anak yang menjadi korban selama kudeta Myanmar berlangsung sudah mencapai puluhan. Jumlahnya kurang lebih 35 anak per akhir pekan lalu. UNICEF khawatir jumlah itu akan bertambah seiring dengan makin agresifnya Militer Myanmar.
Data terbaru, Militer Myanmar sudah membunuh kurang lebih 520 orang. Selain itu, mereka juga sudah menangkap 3000 lebih orang dengan berbagai latar belakang. Mereka terdiri atas aktivis, jurnalis, politisi, hingga pejabat negara yang digulingkan. Adapun Militer Myanmar merasa apa yang mereka lakukan sudah sesuai standar internasional untuk menekan perlawanan warga.
"Konsekuensi jangka panjang dari krisis di Myanmar terhadap anak-anak bisa sangat mengerikan. Di sisi lain, krisis ini juga sudah menghentikan bantuan untuk anak-anak termasuk vaksin dan suplemen vitamin," ujar UNICEF, dikutip dari Washington Post.
Penduduk desa yang melarikan diri dari Negara Bagian Karen difoto di lokasi tak dikenal 28 Maret 2021 dalam gambar yang diperoleh dari media sosial ini. [Karen Teacher Working Group melalui REUTERS]
Dari sekian banyak anak yang tewas, salah satu yang menjadi perhatian internasional adalah meninggalnya Khin Myo Chit. Ia, yang berusia 7 tahun, tewas ditembak personil Militer Myanmar ketika berlindung di pelukan ayahnya. Saat itu, Militer Myanmar memang tengah memburu ayah Khin Myo Chit yang terlibat dalam gerakan melawan kudeta.
Tewasnya puluhan anak selama kudeta Myanmar tak ayal membuat berbagai keluarga takut. Mereka yang tidak memiliki kapasitas untuk bertahan hidup atau bertarung selama kudeta Myanmar memutuskan untuk kabur ke India dan Thailand bersama anak-anak mereka.
Menurut data Karen Women's Organization (KWO), dari komunitas mereka ada 10.000 ribu warga yang pergi ke Thailand untuk menghindari serangan Militer Myanmar. Sebanyak 3000 di antaranya telah berhasil melewati perbatasan. Mereka terdiri atas ibu, bapak, dan anak-anak.
PM Thailand Prayuth Chan-o-cha membenarkan bahwa sudah banyak keluarga-keluarga yang mengungsi ke negaranya. Prayuth memastikan tidak akan mendesak keluarga Myanmar untuk kembali ke kawasan konflik atas alasan kemanusiaan.
"Tidak mungkin kami mengirim mereka balik ketika pertarungan masih terjadi di Myanmar. Pertanyaan kami, ketika pertempuran usai, maukah mereka kembali ke Myanmar?" ujar Praytuh soal situasi Myanmar dan pengungsinya.
Baca juga: Amerika Perintahkan Diplomat Non-Esensial Segera Tinggalkan Myanmar
ISTMAN MP | CNN | WASHINGTON POST