TEMPO.CO, Jakarta - Sampah menumpuk di jalan-jalan kota utama Myanmar pada Selasa setelah gerakan pembangkangan sipil Myanmar melancarkan aksi "mogok sampah" sebagai taktik lain untuk menentang kekuasaan junta militer.
Bersamaan dengan protes, kampanye pembangkangan sipil telah melumpuhkan sebagian besar ekonomi. Dalam taktik baru, pengunjuk rasa berupaya meningkatkan protes nasional dengan meminta warga meninggalkan sampah di persimpangan di kota utama Yangon.
"Aksi mogok sampah ini adalah aksi menentang junta," tulis sebuah poster di media sosial, dikutip dari Reuters, 30 Maret 2021.
Semua orang bisa bergabung, bunyi seruan itu.
Gambar yang beredar di media sosial menunjukkan sampah yang menumpuk di jalan-jalan utama Myanmar. Myanmar Now melaporkan penduduk di distrik Thaketa, Yangon, ambil bagian dalam mogok sampah pada Selasa pagi, dengan menumpahkan tumpukan sampah ke jalan.
Residents of Yangon’s Thaketa township participated in a ‘Garbage Strike’ on Tuesday morning by filling the streets with sacks of trash and discarded items. This new form of resistance against the junta is intended to show a dislike for the troops assaulting their neighbourhoods. pic.twitter.com/s7s8BOYdA2
— Myanmar Now (@Myanmar_Now_Eng) March 30, 2021
Ribuan demonstran Myanmar kembali turun ke jalan di beberapa kota lain di seluruh negeri pada Selasa, menurut media dan foto di media sosial.
Sementara itu, pasukan keamanan menembak dan membunuh seorang pria di kota paling selatan Kawthaung ketika mereka membersihkan jalan, menurut portal berita Mizzima, dan satu orang tewas di kota utara Myitkyina, kata seorang kerabat korban berusia 23 tahun itu kepada Reuters.
Pada hari Senin, 14 warga sipil tewas, termasuk setidaknya delapan di lingkungan Dagon Selatan Yangon, kata kelompok advokasi Assistance Association for Political Prisoners (AAPP).
Pasukan keamanan di sana menembakkan senjata kaliber yang lebih berat dari biasanya ke arah pengunjuk rasa yang tiarap di belakang barikade kantong pasir, kata saksi mata. Tidak segera jelas senjata apa itu tapi diyakini sebagai sejenis peluncur granat.
Televisi pemerintah mengklaim pasukan keamanan hanya menggunakan "senjata anti huru hara" untuk membubarkan kerumunan yang mereka sebut teroris, yang menghancurkan trotoar dan satu orang terluka.
Baca juga: Jika Tidak Dicegah, Myanmar Dalam Ancaman Perang Saudara
Seorang warga South Dagon mengatakan pada Selasa pasukan keamanan tidak berhenti menembaki demonstran. "Terjadi penembakan sepanjang malam," kata warga yang enggan disebutkan namanya itu.
Warga menemukan mayat yang terbakar parah di pagi hari, kata saksi itu, menambahkan tidak diketahui apa yang terjadi pada orang tersebut dan militer mengambilnya.
Setidaknya 512 warga sipil telah tewas dalam hampir dua bulan sejak protes terhadap kudeta militer dimulai, di mana 141 dari mereka tewas pada Sabtu, hari paling berdarah dari kerusuhan di Myanmar, menurut kelompok advokasi AAPP.
REUTERS