TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan nasional penentang kudeta militer 1 Februari menyebut mereka yang tewas oleh tindakan brutal junta militer sebagai "Bintang Jatuh" setelah 114 warga sipil Myanmar tewas pada Sabtu kemarin.
Bertepatan dengan Hari Angkatan Bersenjata, hari itu juga merupakan hari bulan purnama pada bulan terakhir di kalender tradisional Burma, akhir musim kemarau dan hari di mana orang biasanya pergi ke festival pagoda di negara yang sebagian besar beragama Buddha.
Tetapi perayaan Hari Angkatan Bersenjata, yang setiap tahun digelar untuk memperingati perlawanan bersenjata Myanmar terhadap penjajah Jepang, menjadi hari paling berdarah sejak protes kudeta militer 1 Februari dimulai.
Di bawah ini adalah kisah beberapa warga sipil yang terbunuh dan terluka, seperti yang diceritakan oleh anggota keluarga, saksi mata, dan laporan media, seperti dikutip dari Reuters, 29 Maret 2021.
Seorang juru bicara militer tidak menjawab panggilan untuk meminta komentar. Reuters tidak dapat memverifikasi rincian kematian secara independen.
AUNG ZIN PHYO, 18 TAHUN, MANDALAY, DIBUNUH
Aung Zin Phyo adalah penjaga gawang Lin Latt Futsal Club di Mandalay, kota kedua Myanmar. Dia ditembak mati oleh pasukan junta di Kotapraja Chan Mya Thar Si di Mandalay, kata keluarganya.
Dia berada di garis depan pengunjuk rasa, dan secara sukarela membantu di pusat perawatan intensif setempat selama gelombang kedua infeksi Covid-19.
"Aku hanya memiliki anak ini...Biarkan aku mati agar aku bisa bersama dengan anakku," kata sang ibu menangis di samping peti mati putranya.
MA SHWE MYINT, USIA TIDAK DIKETAHUI, BHAMO, NEGARA BAGIAN KACHIN, DIBUNUH
Ma Shwe Myint, ibu dua anak, ditembak mati dalam protes di Bhamo, Negara Bagian Kachin, menurut media lokal Bhamo Platform. Dia berasal dari kelompok etnis minoritas Palaung di negara bagian paling utara Myanmar, yang berbatasan dengan Cina.
Bhamo Platform melaporkan pasukan keamanan mengatakan kepada keluarganya untuk menandatangani dokumen yang membebaskan mereka dari tanggung jawab atas kematiannya. Mereka mengeluarkan jenazah setelah protes dan mengembalikannya ke keluarga untuk pemakaman pada hari Minggu, kata media itu.
Aung Zin Phyo, seorang anak berusia 18 tahun yang menjadi sukarelawan dalam aksi cepat tanggap Covid-19 Myanmar dan terbunuh dalam sebuah protes pada 27 Maret 2021, terlihat dalam foto tak bertanggal yang diperoleh oleh Reuters.[REUTERS]
THAE' MAUNG MAUNG, 20 TAHUN, BAGO, DIBUNUH
Thae' Maung Maung terbunuh pada hari Sabtu selama protes di Bago, timur Yangon. Dia berasal dari minoritas Muslim Myanmar. Pelayat yang hadir di pemakaman mengatakan pasukan keamanan telah melepaskan tembakan pada upacara pemakaman pada hari Minggu. "Saya tidak percaya bahwa mereka juga akan menindak upacara pemakaman," kata Aye, salah satu dari mereka yang hadir.
AYE MYAT THU, 11 TAHUN, MAWLAMYINE, DIBUNUH
Siswa sekolah bernama Aye Myat Thu ditembak mati selama protes di kota Mawlamyine di tenggara, kata media berita Khit Thit Media.
Foto-foto pemakamannya memperlihatkan tubuhnya yang dihiasi buku mewarnai, boneka Barbie, dan gambar Hello Kitty yang digambarnya.
Wajahnya didandani dengan kosmetik pasta thanaka yang banyak digunakan di Myanmar.
TAY ZA TUN, 31 TAHUN, YANGON, DIBUNUH
Sekitar pukul 5 pagi, Tay Za Tun sedang berkendara ke Kotapraja Insein Baru ketika dia dihentikan dan ditembak oleh pasukan keamanan di halte bus Pauktawwa, kata layanan berita RFA.
Saat itu dia tidak melakukan unjuk rasa memprotes kudeta militer. Dia ditembak di paha dan lengan dan dibawa ke Rumah Sakit Angkatan Darat. Keluarga tersebut meminta untuk merawatnya sendiri, tetapi permintaan itu ditolak. Pasukan keamanan mengembalikan mayatnya.
SAI WAI YAN, 13 TAHUN, YANGON, DIBUNUH
Sai Wai Yan ditembak mati di kota Mingalar Taungnyunt Yangon, kata penduduk. Barikade telah dipasang di daerah itu dan pasukan keamanan melepaskan tembakan, meskipun tidak ada protes pada saat itu, kata mereka. Sai Wai Yan, juga dikenal sebagai Wai Yan Tun, sedang bermain di jalan belakang ketika dia ditembak dan dibunuh. Seorang tetangga mengatakan pasukan keamanan mengambil tubuhnya dengan lembaran plastik biru.
"Apakah kamu meninggalkan ibumu? Bagaimana aku bisa hidup tanpamu anakku?" kata ibunya meratap di samping peti matinya pada hari Minggu.
HTI SAN WAN PHI, 19 TAHUN, YANGON, DIBUNUH
Hti San Wan Phi, yang dipanggil Phi Tun, tewas ketika peluru mengenai pipinya, kata warga. Dia berada di garis pertahanan para pengunjuk rasa. Orang tuanya memiliki toko mie dan dia memiliki lima saudara kandung.
Tetangga mengenalnya sebagai anak yang bahagia dengan senyum lebar. Ketika dia ditembak, dia memanggil rekan-rekannya untuk melawan. Ketika orang tuanya melihat teman-temannya menangis, mereka berdua berkata: "Jangan menangis sama sekali, anakku sudah mati syahid."
CHIT BO BO NYEIN, 21 TAHUN, YANGON, DIBUNUH
Chit Bo Bo Nyein adalah kapten tim sepak bola U-21 Hantharwady United. Dia ditembak mati di kota Insein, Yangon, kata tetangga. Dia juga menjalankan bisnis kedai teh keluarga. Banyak pasukan keamanan dikerahkan di daerah tersebut. Dia sedang berjalan di depan kedai teh ketika dia ditembak. Keluarga membawanya ke rumah sakit, tetapi sudah terlambat untuk menyelamatkannya.
Baca juga: Militer Myanmar Tembaki Warga di Pemakaman
THIN THAWDAR TUN, 1 TAHUN, YANGON, LUKA
Peluru karet menembus mata Thin Thawdar Tun yang berusia satu tahun ketika dia berada di rumah di Yangon, kata anggota keluarga. Dia ada di rumah sakit. Dokter mencoba merawat matanya sebelum mengeluarkan peluru karetnya.
"Saya tidak punya kata-kata untuk menggambarkan kesedihan saya," kata neneknya, Nyein Nyein Thu, mengatakan kepada Reuters. Sejauh ini Thin adalah korban termuda sejak protes kudeta 1 Februari.
Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar Tom Andrews mengatakan tentara melakukan "pembunuhan massal" dan meminta dunia untuk mengisolasi junta dan memblokir aksesnya ke senjata.
Tetapi kritik dan sanksi asing yang dijatuhkan oleh beberapa negara Barat telah gagal mempengaruhi para jenderal.
Jenderal Senior Min Aung Hlaing, pemimpin junta, mengatakan dalam parade untuk memperingati Hari Angkatan Bersenjata pada Sabtu bahwa militer akan melindungi rakyat dan memperjuangkan demokrasi.
Tetapi pada Jumat televisi pemerintah junta militer Myanmar mengancam "untuk menembak kepala dan punggung" mereka yang berunjuk rasa.
REUTERS