TEMPO.CO, Jakarta - Ketika negara-negara Barat dan sebagian anggota ASEAN mengecam kekejaman junta, Rusia telah menyatakan dukungan untuk militer Myanmar, Tatmadaw, dengan mengirim menterinya untuk Hari Angkatan Bersenjata Myanmar pada Sabtu.
Rusia mengirim wakil menteri pertahanannya, Alexander Fomin, untuk menghadiri pawai di Naypyitaw, setelah bertemu dengan para pemimpin senior junta sehari sebelumnya. Ini adalah kunjungan pejabat tinggi pertahanan pertama Rusia sejak kudeta 1 Februari.
"Rusia adalah teman sejati," kata Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing, dikutip dari Reuters, 27 Maret 2021.
Para diplomat mengatakan delapan negara: Rusia, China, India, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos, dan Thailand, hanya mengirim perwakilan untuk acara itu, tetapi Rusia adalah satu-satunya yang mengirim menteri.
"Federasi Rusia berpegang pada garis strategis untuk mengintensifkan hubungan antara kedua negara," kata Fomin pada pertemuan itu, The Moscow Times melaporkan.
Rusia menganggap Myanmar sebagai sekutu dan mitra strategis yang dapat diandalkan di Asia Tenggara dan kawasan Asia-Pasifik yang lebih besar, kata Fomin.
Dukungan dari Rusia dan Cina, yang juga menahan diri dari kritik, penting bagi junta Myanmar karena kedua negara tersebut adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan dapat memblokir potensi tindakan keras PBB.
Ban terbakar di jalan saat protes terhadap kudeta militer berlanjut, di Mandalay, Myanmar 27 Maret 2021. [REUTERS / Stringer]
Hari Angkatan Bersenjata memperingati dimulainya perlawanan terhadap pendudukan Jepang pada tahun 1945 yang dipimpin oleh ayah Aung San Suu Kyi, yang merupakan pendiri militer Myanmar.
Suara tembakan terdengar di pusat kebudayaan AS di Yangon pada Sabtu, tetapi tidak ada yang terluka dan insiden itu sedang diselidiki, kata juru bicara Kedutaan Besar AS Aryani Manring.
Baca juga: Militer Myanmar Memburu Keluarga Anak yang Tewas Ditembak Personilnya
Para pengunjuk rasa turun ke jalan hampir setiap hari sejak kudeta yang menggagalkan transisi demokrasi Myanmar.
"Jika mereka terus menembaki pengunjuk rasa dan menindas orang, saya pikir semua kelompok etnis tidak akan hanya berdiam diri dan tanpa melakukan apa-apa," kata Jenderal Yawd Serk, ketua Dewan Pemulihan Negara Bagian Shan/Tentara Negara Bagian Shan-Selatan, salah satu kelompok etnis bersenjata Myanmar, mengatakan kepada Reuters di Thailand.
Penulis dan sejarawan sekaligus cucu dari mantan Sekjen PBB U Thant, Thant Myint-U, menulis di Twitter: "Negara yang gagal di Myanmar berpotensi menarik semua kekuatan besar - termasuk AS, Cina, India, Rusia, dan Jepang - dengan cara yang dapat menyebabkan masalah serius krisis internasional (serta bencana yang lebih besar di Myanmar sendiri)."
Sehari sebelumnya, pada Jumat, televisi pemerintah memperingatkan bahwa demonstran bisa ditembak di kepala atau punggung jika terus berdemonstrasi. Demonstran mengindahkan ancaman itu dan tetap turun ke jalan-jalan kota Yangon, Mandalay, dan kota-kota di seluruh Myanmar.
Portal berita Myanmar Now melaporkan 91 orang telah tewas di seluruh negeri oleh aparat keamanan militer Myanmar.