TEMPO.CO, Jakarta - Penyerang tidak dikenal melemparkan bom molotov ke markas Partai NLD Aung San Suu Kyi di Yangon pada Jumat pagi, portal berita Myanmar Now melaporkan.
Tidak ada korban jiwa dan beberapa furnitur rusak, Myanmar Now melaporkan.
Penduduk mengatakan bahwa setelah gelap pada hari Kamis, tentara menggerebek distrik Mingalar Taungnyunt Yangon dan menangkap orang-orang di jalan setelah jam malam, dikutip dari Reuters, 26 Maret 2021. Warga mendengar ledakan yang kemungkinan bisa berupa granat kejut atau tembakan, kata mereka.
Seorang penduduk mengatakan tentara menembak gedungnya setiap malam minggu ini dan memeriksa rumah yang mereka anggap mencurigakan.
"Bahkan jika mereka tidak menemukan apa-apa, mereka mengambil semua yang mereka inginkan," katanya kepada Reuters.
Sementara itu pasukan keamanan Myanmar menembak dan membunuh tiga pengunjuk rasa anti-junta pada hari Jumat, kata saksi mata, Reuters melaporkan.
"Dua orang tewas akibat tembakan di kepala," kata seorang saksi mata yang melihat pasukan keamanan melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa yang mengibarkan bendera hitam di kota selatan Myeik.
"Kami tidak dapat mengambil mayat (ketiga) karena banyak pasukan keamanan berada di sana," kata saksi itu kepada Reuters, menambahkan bahwa beberapa orang lainnya terluka. Saksi tidak mau disebutkan namanya karena takut akan pembalasan.
Pengunjuk rasa anti-kudeta militer membuat barikade saat mereka terlibat bentrok dengan pasukan keamanan di Jembatan Bayint Naung di Mayangone, Yangon, Myanmar, 16 Maret 2021. Hingga kini sudah sekitar 200 demonstran yang tewas akibat kekerasan dari militer Myanmar. REUTERS/Stringer
Setidaknya 320 orang telah tewas dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat sejak kudeta 1 Februari, termasuk sembilan kematian yang tercatat dalam semalam, menurut angka yang dikumpulkan oleh kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).
Datanya menunjukkan bahwa setidaknya 25 persen dari mereka yang tewas tewas akibat tembakan di kepala, menimbulkan kecurigaan bahwa mereka sengaja menjadi sasaran pembunuhan.
Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen jumlah korban tewas.
Seorang juru bicara junta militer tidak menanggapi panggilan meminta komentar.
Protes terjadi di seluruh negeri semalam dan pada hari Jumat, termasuk di wilayah Mandalay dan Sagaing, serta di negara bagian Karen dan Chin, kata laporan media Myanmar.
Kelompok massa yang berjumlah sekitar 100 orang menabuh genderang mengadakan protes di pusat kota Sule daerah Yangon sebelum diusir oleh pasukan keamanan, kata saksi mata.
"Perang ini belum berakhir sampai kami menang," salah satu pengunjuk rasa, Phone Naing, mengatakan kepada Reuters. "Saya akan melawan mereka sebanyak yang kita bisa."
Baca juga: Militer Myanmar Diduga Tembak Anak 7 Tahun Hingga Tewas
Penyelenggara unjuk rasa telah menyerukan protes luas pada hari Sabtu, yang diperingati sebagai Hari Angkatan Bersenjata, memperingati dimulainya perlawanan militer terhadap pendudukan Jepang pada tahun 1945.
"Kita harus menghidupkan kembali sejarah itu pada 27 Maret 2021 dalam revolusi musim semi ini," tulis Ei Thinzar Maung, seorang pemimpin protes, dalam sebuah unggahan media sosial. "Hari bagi orang-orang untuk memberontak melawan Tatmadaw (militer), yang telah menindas orang selama berabad-abad ... telah datang lagi."
Dalam upaya untuk meningkatkan tekanan pada junta, Amerika Serikat dan Inggris menjatuhkan sanksi pada konglomerat yang dikendalikan oleh militer, dengan Washington menyebutnya sebagai tanggapan atas "represi brutal" militer.
Myanmar diguncang oleh protes hampir setiap hari sejak tentara menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan melantik junta.
Aung San Suu Kyi, yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991 atas kampanyenya untuk membawa pemerintahan sipil yang demokratis ke Myanmar, dan anggota Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) lainnya ditahan sejak kudeta militer 1 Februari ketika tentara menangkap mereka dalam penggerebekan dini hari.
REUTERS