TEMPO.CO, Jakarta - Sanksi dari Amerika terhadap Myanmar kembali bertambah. Perkembangan terbaru, menurut laporan Reuters, Amerika akan mengeluarkan sanksi baru yang menyasar dua konglemerasi bisnis milik Militer Myanmar. Keduanya adalah Myanmar Economic Cooperation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL).
Sanksi tersebut akan berupa pembekuan aset serta memasukkan kedua konglomerasi ke dalam daftar hitam Amerika. Dengan kata lain, mereka tak bisa lagi berbisnis di Amerika atau perusahaan Amerika tak lagi bisa berbisnis dengan mereka. Menanggapi hal itu, Manajer MEHL, Hla Myo, memilih bersikap diplomatis.
"Perusahaan kami saat ini berfokus pada bisnis dan tidak memiliki respon apapun (terhadap sanksi dari Amerika," ujar Hla Myo, Kamis, 25 Maret 2021.
Berbeda dengan MEHL, MEC tidak mau memberikan komentar. Lebih lanjut, jika tidak ada halangan, sanksi akan keduanya akan diumumkan Amerika pada Kamis ini waktu setempat.
Di Myanmar, MEC dan MEHL adalah salah satu sumber pendapatan terbesar Militer Myanmar. Mereka bergerak di industri telekomunikasi, bir, rokok, ban, pertambangan, serta real estate. Tidak berlebihan mengatakan mereka mengontrol sektor-sektor strategis di Myanmar.
Sejak Kudeta Myanmar dimulai pada 1 Februari lalu, warga sudah meminta komunitas internasional untuk tidak hanya menghukum pejabat-pejabat junta militer, tetapi juga bisnis-bisnis milik mereka. Sebab, menurut warga dan para aktivis, bisnis-bisnis itulah nadi operasi Militer Myanmar.
Jika bisnis berhasil ditangani dan Militer Myanmar berhasil dimiskinkan, warga yakin junta akan pikir ulang untuk melanjutkan kudetanya. Namun, baru di bulan Maret ini Amerika dan negara-negara Barat lainnya mulai menyasar bisnis-bisnis milik Militer Myanmar via sanksi.
Pemerintah Amerika belum mau berkomentar soal kabar sanksi terbaru ini. Ketika hal senada ditanyakan ke Kementerian Keuangan, yang terlibat dalam pemberian sanksi ekonomi, jawaban juga belum ada soal sanksi untuk Myanmar.
Baca juga: Dapat Sanksi dari AS dan Eropa, Militer Myanmar Salahkan Demonstran
ISTMAN MP | REUTERS