TEMPO.CO, - Junta militer Myanmar buka suara setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat menjatuhkan sanksi lebih banyak. Mereka menyalahkan para demonstran penentang kudeta atas sanksi-sanksi tersebut.
Militer menuduh pengunjuk rasa melakukan pembakaran dan kekerasan selama berpekan-pekan. Juru bicara Junta, Zaw Min Tun, sembilan anggota pasukan keamanan tewas akibat krisis politik ini.
"Bisakah kita memanggil mereka pengunjuk rasa damai?" katanya, sambil menunjukkan video pabrik yang terbakar, dikutip dari Reuters, Rabu, 24 Maret 2021.
"Negara atau organisasi mana yang menganggap kekerasan ini damai," ucap dia.
Min Tun mengatakan pemogokan yang dilakukan para pekerja dan rumah sakit yang tidak beroperasi telah menyebabkan kematian, termasuk dari pasien COVID-19. Ia menyebut pegawai atau dokter yang mogok kerja tidak memiliki etika.
Menurut militer, total ada 164 pengunjuk rasa yang tewas sejak protes kudeta dimulai. Mereka mengklaim turut berduka atas kematian ini. "Mereka juga warga kami," kata Zaw Min Tun.
Sementara itu, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan setidaknya 261 warga sipil Myanmar tewas akibat tindakan keras pasukan keamanan.
Baca juga: Tekan Junta Untuk Akhiri Kudeta, Ini Negara yang Hukum Militer Myanmar
Sumber: REUTERS