TEMPO.CO, Jakarta - Spanyol menjadi negara anggota Uni Eropa keempat yang meloloskan RUU legalisasi eutanasia untuk orang-orang yang memiliki penyakit kritis dan tidak bisa disembuhkan pada Kamis.
Sekitar 202 anggota majelis rendah parlemen setuju legalisasi eutanasia, sementara 141 menentang dan 2 abstain.
Sebelum RUU ini diundang-undangkan, hukum Spanyol melarang membantu seseorang mengakhiri hidupnya dan bisa diancam hukuman penjara hingga 10 tahun.
"Hari ini adalah hari yang penting: kita sedang menuju pengakuan hak asasi manusia. Kami menuju masyarakat yang lebih manusiawi dan adil," kata Menteri Kesehatan Carolina Darias mengatakan kepada anggota parlemen, dikutip dari Reuters, 19 Maret 2021.
Para pendukung undang-undang untuk regulasi eutanasia memegang slogan bertuliskan "hidup yang baik, kematian yang baik", "bebas sampai akhir", "untuk memilih mati tanpa menderita" saat mereka mengambil bagian dalam demonstrasi di luar parlemen selama sidang paripurna Spanyol untuk memberikan suara tentang undang-undang eutanasia di Madrid, Spanyol, 18 Maret 2021. [REUTERS / Susana Vera]
Undang-undang, yang berlaku untuk orang dewasa dengan tempat tinggal resmi di Spanyol, akan berlaku dalam tiga bulan untuk memberikan waktu untuk membentuk komite kontrol regional yang akan meninjau dan mengesahkan permintaan eutanasia.
Di luar parlemen, kelompok yang mendukung dan menentang RUU tersebut berdemonstrasi selama debat dan pemungutan suara.
Undang-undang baru menghadapi tentangan keras dari kelompok sayap kanan dan agama. Partai sayap kanan Vox mengatakan akan menggugat undang-undang tersebut di hadapan Mahkamah Konstitusi.
"Anda telah memilih kematian daripada obat," kata anggota parlemen Lourdes Mendez, dari partai sayap kanan Vox, mengatakan kepada parlemen, CNN melaporkan.
Anggota parlemen Jose Ignacio Echaniz, dari oposisi utama Partai Populer konservatif, mengatakan kepada parlemen, undang-undang baru itu akan "memprovokasi ketidakpercayaan antara orang tua dan anak-anak."
Tapi jurnalis Spanyol Asun Gomez Bueno tidak setuju. Dia kehilangan suaminya, Luis de Marcos, pada 2017 karena multiple sclerosis, pada usia 50. Dia ingin bunuh diri dengan bantuan atau eutanasia dan sejak itu dia menjadi pendukung utama untuk undang-undang baru tersebut.
"Empat tahun terakhir hidupnya, (Luis) lumpuh total tetapi kemampuan kognitifnya tetap utuh," kata Gomez Bueno kepada CNN. "Tidak ada pengobatan untuk mengurangi rasa sakitnya. Rasa sakitnya sangat parah sehingga dia tidak mau tidur di malam hari karena dia tahu keesokan harinya akan lebih buruk."
"Saya tidak ingin orang lain mengalami penderitaan yang sama seperti yang dideritanya," kata Gomez Bueno. "Eutanasia adalah hak yang hanya bisa diminta oleh orang yang terlibat. Itu adalah hak, bukan kewajiban."
Rafael Botella, seorang warga Spanyol berusia 35 tahun yang lumpuh dari leher ke bawah sejak kecelakaan mobil pada usia 19 tahun, mengatakan kepada Reuters sebelum pemungutan suara RUU bahwa dia merasa lega bahwa hukum akan memberinya opsi jika dia membutuhkannya.
"Jika karena alasan tertentu seseorang lelah hidup, tidak ada yang memiliki kekuatan untuk mengatakan kepadanya, 'Tidak, kamu akan hidup karena pemilih saya atau ideologi saya mengatakan sebaliknya'," kata Botella.
Seseorang yang berpakaian seperti pencabut nyawa memprotes undang-undang untuk melegalkan eutanasia saat Parlemen Spanyol memberikan suara untuk RUU itu di Madrid, Spanyol, 18 Maret 2021. [REUTERS / Susana Vera]
Eutanasia telah lama menarik perhatian publik di Spanyol, yang memiliki harapan hidup tertinggi keempat di dunia, dan terlebih lagi sejak pria lumpuh Ramon Sampedro merekam bunuh diri yang dibantu pada tahun 1998 setelah haknya untuk meninggal ditolak oleh pengadilan.
Kisahnya dibawa ke layar dalam film pemenang Academy Award 2004 "The Sea Inside".
Baca juga: Warga Selandia Baru Menolak Legalisasi Ganja, Setuju Legalkan Eutanasia
Hampir 90% orang Spanyol mendukung dekriminalisasi eutanasia, menurut jajak pendapat 2019.
Belgia, Luksemburg, dan Belanda telah melegalkan eutanasia. Rencana untuk legalisasi eutanasia juga muncul di negara tetangga Portugal, tetapi mengalami kemunduran pada hari Senin ketika pengadilan tinggi Portugal menolak RUU yang disetujui oleh parlemen dengan alasan inkonstitusional.