TEMPO.CO, Jakarta - Badan pangan dunia PBB, World Food Programme (WFP), pada Selasa memperingatkan krisis pangan setelah harga pangan dan BBM di Myanmar naik sejak kudeta militer 1 Februari.
WFP khawatir baiknya harga sembako akan membuat keluarga miskin kelaparan.
WFP mengatakan harga pangan naik bersamaan dengan harga minyak sawit naik 20% di beberapa tempat di sekitar kota utama Yangon sejak awal Februari, dan harga beras naik 4% di daerah Yangon dan Mandalay sejak akhir Februari, dikutip dari Reuters, 16 Februari 2021.
Di beberapa bagian Negara Bagian Kachin di utara, harga beras naik sebanyak 35%, sementara harga minyak goreng dan kacang-kacangan naik tajam di beberapa bagian Negara Bagian Rakhine di barat, kata WFP.
Sementara harga bahan bakar minyak telah naik sebesar 15% secara nasional sejak 1 Februari, meningkatkan kekhawatiran tentang kenaikan harga pangan lebih lanjut, katanya.
"Kenaikan harga pangan dan bahan bakar ini diperparah oleh hampir lumpuhnya sektor perbankan, perlambatan pengiriman uang, dan batasan luas pada ketersediaan uang tunai," kata WFP.
Direktur WFP untuk Myanmar, Stephen Anderson, mengatakan tanda-tanda kenaikan harga BBM dan pangan ini mengkhawatirkan.
"Setelah mengatasi pandemi Covid-19, jika tren harga ini terus berlanjut, hal itu akan sangat merusak kemampuan orang yang paling miskin dan paling rentan untuk mendapat makanan yang cukup untuk keluarga mereka," kata Anderson.
Seorang juru bicara dewan militer yang berkuasa tidak menanggapi panggilan telepon yang meminta komentar terkait kenaikan harga ini. Media pemerintah junta militer minggu ini melaporkan para petani mengharapkan harga yang bagus untuk tanaman bawang dan buncis mereka.
Myanmar, yang pernah menjadi lumbung beras utama Asia, termasuk di antara negara-negara termiskin di Asia Tenggara setelah militer merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 1962 dan memberlakukan sosialisme yang autarkis atau ekonomi swasembada.
Perekonomian berkembang pesat setelah militer mulai menarik diri dari politik satu dekade lalu.
Baca juga: Jika Tak Ada Perlu Mendesak, WNI di Myanmar Diminta Pulang
WFP telah membantu lebih dari 360.000 orang di Myanmar, kebanyakan dari mereka mengungsi akibat konflik selama sepuluh tahun terakhir.
Badan tersebut mengulangi seruan dari Sekjen PBB agar junta militer menghormati hasil pemilu 8 November kemarin. "Di WFP kami tahu betul bagaimana kelaparan dapat dengan cepat terjadi ketika perdamaian dan dialog dikesampingkan," kata Anderson,
Militer Myanmar telah membenarkan kudeta dengan mengatakan ada kecurangan dalam pemilu November yang dimenangkan telak oleh partai Aung San Suu Kyi. Komisi pemilihan mengatakan pemungutan suara itu adil.
Sebanyak 183 orang telah tewas oleh pasukan keamanan Myanmar dalam protes terhadap kudeta militer, menurut kelompok pemantau hak asasi manusia.
REUTERS