TEMPO.CO, Jakarta - Majalah satir asal Prancis, Charlie Hebdo, kembali menjadi sasaran kritik. Kali ini gara-gara mereka menerbitkan sampul dengan karikatur Ratu Elizabeth II menindih bagian belakang leher Meghan Markle. Karikatur tersebut dikritik bukan karena hanya menampilkan dua figur Kerajaan Inggris tersebut, tetapi juga karena "memparodikan" pembunuhan George Floyd.
"Kenapa Meghan keluar dari Buckingham? Karena Meghan tidak bisa lagi bernafas," tulis sampul majalah Charlie Hebdo, yang terbit pada Sabtu kemarin, 13 Marey 2021.
George Floyd, sebagaimana diketahui, adalah warga kulit hitam asal Minneapolis, Amerika yang tewas dibunuh oleh personil Kepolisian Setempat. Ketika hendak ditangkap atas dugaan penggunaan uang palsu, personil Kepolisian Minneapolis bernama Derek Chauvin menindih bagian belakang lehernya untuk melumpuhkan George Floyd. Apa yang terjadi selanjutnya adalah Floyd mati kehabisan nafas.
Kematian George Floyd menjadi isu besar di dunia pada tahun lalu. Hal itu membuat isu rasisme terhadap komunitas kulit hitam naik ke permukaan dan mempopulerkan gerakan perjuangan Black Lives Matter. Di berbagai negara, isu tersebut direspon dengan penghapusan berbagai hal yang memiliki rekam jejak perbudakan terhadap warga kulita hitam mulai dari patung hingga nama jalan.
Ini merupakan wawancara pertama di televisi sejak Meghan Markle dan Pangeran Harry bertunangan. Wawancara berdurasi dua jam tersebut memicu perang penawaran di Inggris. Menurut laporan Wall Street Journal, CBS menggelontorkan dana hingga US$ 9 juta atau sekitar Rp 130 miliar demi membeli hak siar utama program tersebut dari Harpo. Harpo Productions/Joe Pugliese/Handout via REUTERS
Di Inggris, isu rasisme lagi hangat dibicarakan karena wawancara Pangeran Harry dan istrinya, Meghan Markle, dengan Oprah Winfrey. Meghan Markle mengklaim Kerajaan dan Media Inggris telah bersikap rasis kepadanya. Salah satu buktinya, klaim Markle, adalah pembicaraan soal warna kulit anaknya ketika lahir nanti akan seperti apa.
Majalah Charlie Hebdo, dengan gaya satirnya, mencoba mengkaitkan isu rasisme Markle dengan isu rasisme George Floyd. Namun, oleh berbagai pihak, cara Charlie Hebdo mengangkat isu tersebut salah besar.
"Ratu Elizabeth II menindih leher Meghan Markle hingga ia tak bisa bernafas? Ini bukannya mengangkat isu rasisme, tetapi malah merendahkannya dan tidak sensitif," ujar Halima Begum, CEO lembaga think tank Runnymede Trust yang khusus bergerak di isu inklusif.
Kerajaan Inggris menolak berkomentar soal karikator terbaru Charlie Hebdo tersebut. Hal senada juga disampaikan oleh pihak Meghan Markle.
Ini bukan pertama kalinya Charlie Hebdo mengeluarkan sampul yang kontroversial. Di tahun 2015, Charlie Hebdo mengeluarkan sampul yang memparodikan Nabi Muhammad. Hal itu berujung pada pembantaian staf Charlie Hebdo oleh dua teroris, Said dan Cherif Kouachi. Sebanyak 12 orang tewas dan 11 luka-luka akibat aksi teroris tersebut.
Baca juga: Ratu Elizabeth II Kembali Tampil di Publik Usai Wawancara Meghan Markle
ISTMAN MP | CNN