TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Inggris meminta warganya di Myanmar untuk segera kembali mengingat situasi yang kian berbahaya di sana. Jika ternyata situasinya tidak memungkinkan untuk kabur, Pemerintah Inggris meminta warganya di Myanmar untuk bertahan di kediaman masing-masing.
Imbauan tersebut dikeluarkan pemerintah Inggris menyusul makin banyaknya korban jiwa dalam unjuk rasa menentang kudeta Myanmar. Pada Kamis kemarin, misalnya, ada 12 orang yang tewas di tengah unjuk rasa. Total korban jiwa sendiri sudah menyentuh angka 70 orang mengacu pada data investigasi PBB.
"Kami mengimbau warga negara Inggris untuk segera meninggalkan Myanmar lewat jalur komersial...Ketegangan politik, kekerasan, dan demonstrasi memanas sejak Militer Myanmar mengambil alih," ujar Kementerian Luar Negeri Inggris dalam pernyataan persnya, dikutip dari Channel News Asia, Jumat, 12 Maret 2021.
Inggris sendiri mengecam apa yang terjadi di Myanmar dan sudah menjatuhkan sanksi kepada Myanmar. Adapun sanksi-sanksi dari Inggris menyasar figur-figur di Militer Myanmar yang menjadi otak di balik kudeta yang terjadi.
Total, sudah ada 19 individu di Myanmar yang mendapat sanksi dari Inggris. Sanksi yang diberikan berupa sanksi finansial dan personal. Dengan kata lain, mereka yang dikenai sanksi tidak akan bisa mengakses aset mereka di Inggris ataupun berkunjung ke sana.
Dari 19 individu tersebut, beberapa nama yang belum lama ini dikenai sanksi adalah Menteri Pertahanan Mya Tun Oo, Menteri Dalam Negeri Soe Htut, dan Deputi Menteri Dalam Negeri Than Hlaing. Pemerintah Inggris tengah menimbang kemungkinan memberikan sanksi tambahan ke Myanmar.
Baca juga: AICHR: Rekonsiliasi NLD dan Junta Solusi Paling Mungkin untuk Krisis Myanmar
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA