TEMPO.CO, Jakarta - Amerika memperkuat sanksinya terhadap Myanmar. Sebagai respon atas laporan PBB soal pembantaian dan penangkapan selama kudeta, Amerika memblokir aktivitas dagang Myanmar. Namun, pemblokiran dibatasi pada lembaga dan aktivitas dagang tertentu saja.
"Pemerintah Amerika akan terus menuntut pertanggungjawaban dari pelaku kudeta Myanmar," ujar pernyataan pers Kementerian Perdagangan Amerika, dikutip dari kantor berita Reuters, Kamis waktu setempat, 4 Maret 2021.
Menurut laporan Reuters, blokir aktivitas dagang secara spesifik ditujukan kepada Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, dan dua konglomerasi militer. Keduanya adalah Myanmar Economic Cooperation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL). Adapun pemblokiran aktivitas dagang mereka efektif per 8 Maret 2021 nanti.
Khususu MEC dan MEHL, selama ini keduanya digunakan Militer Myanmar sebagai sumber uang mereka. Via keduanya, Militer Myanmar mengendalikan industri-industri yang menguntungkan mulai dari bir, rokok, telekomunikasi, ban, pertambangan, serta real estate. Dengan kata lain, hampir semua sektor strategis di Myanmar.
Dengan pemblokiran aktivitas dagang tersebut, plus sanksi-sanksi sebelumnya, Amerika berniat memiskinkan Militer Myanmar untuk memaksa mereka menghentikan kudeta. Namun, sejauh ini, Militer Myanmar bergeming. Dalam pernyataan mereka kepada PBB, Militer Myanmar mengaku sudah terbiasa dengan sanksi dan optimistis bakal bertahan dengan sekutu-sekutunya.
"Kami tengah mengkaji langkah-langkah potensial berikutnya," ujar Kementerian Perdagangan Amerika.
Tentara Myanmar berjalan di sepanjang jalan selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. [REUTERS / Stringer]
Organisasi advokat Myanmar, Justice for Myanmar, mengapresiasi langkah Amerika. Mereka berharap Amerika tidak berhenti di situ, menambah lagi jumlah hukuman untuk Militer Myanmar. Yadanar Maung, juru bicara Justice for Myanmar, menganjurkan Amerika untuk berikutnya menyasar Kementerian Transportasi dan Komunikasi.
"Kementerian tersebut kerap dipakai Militer Myanmar untuk belanja teknologi pengawasan dan penindasan. Langkah komprehensif, termasuk embargo perangkat militer, penting untuk mencegah pembelian teknologi dan persenjataan yang bisa dipakai Militer Myanmar untuk menindas warga," ujar Maung menegaskan.
Mantan pejabat Kementerian Perdagangan, William Reinsch, menyatakan hal senada. Menurutnya, Amerika harus terus meningkatkan tekanan ke Myanmar. Sanksi atau hukuman yang ada sekarang, kata ia, baru berdampak kecil saja.
Sebagai catatan, jika Amerika berniat menghukum total Militer Myanmar, maka sanksi terberat yang bisa mereka jatuhkan adalah memblokir semua transaksi dari Myanmar dan mendepak perusahaan-perusahaan terkait dari sistem perbankan Amerika.
"Langkah yang juga akan berdampak besar adalah menyasar segala aset yang dimiliki oleh pemimpin kudeta," ujar Reinsch. Sebagaimana diketahui, pemimpin kudeta Myanmar adalah Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing.
Diberitakan sebelumnya, Kantor HAM PBB melaporkan situasi di Myanmar kian ganas. Mereka menyatakan, Militer Myanmar telah membunuh 54 orang serta menangkap 1700 orang selama kudeta berlangsung.
Baca juga: 54 Orang Terbunuh dan 1700 Tertangkap Selama Kudeta Myanmar
ISTMAN MP | REUTERS