TEMPO.CO, Jakarta - Temuan PBB bahwa 50 orang telah meninggal sepanjang kudeta Myanmar tak mengecilkan niat para aktivis lokal. Dikutip dari Channel News Asia, aktivis pro-demokrasi Myanmar menyatakan demonstrasi menentang kudeta akan tetap berjalan.
"Kami tahu bahwa selalu ada kemungkinan kami tertembak atau terbunuh oleh timah panas, namun itu tidak ada apa-apanya dibanding hidup di bawah pemerintahan junta. Kami memilih jalan berbahaya ini untuk kabur (dari junta)," ujar aktivis Maung Saungkha, Kamis, 4 Maret 2021.
Baca Juga:
Diberitakan sebelumnya, unjuk rasa menentang kudeta Myanmar sudah berlangsung hampir sebulan lebih. Semakin hari, unjuk rasa tersebut semakin berbahaya dengan personil militer mulai dilibatkan dan diizinkan menggunakan senjata api. Imbasnya, banyak warga ditangkap atau dibunuh oleh Militer Myanmar.
Kemarin, utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengungkapkan 38 orang tewas dalam unjuk rasa terbaru. Beberapa di antaranya masih muda, berusia 18-19 tahun. Ditambah dengan jumlah korban yang sudah ada, maka total sudah ada 50 orang meninggal selama kudeta Myanmar berlangsung.
Angka aktivis yang ditangkap Militer Myanmar tak kalah besar. Menurut data Asosiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik, Militer Myanmar sudah menangkap 500 orang lebih. Salah satu orang yang mereka tangkap adalah Penasehat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi.
Tentara Myanmar berjalan di sepanjang jalan selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. [REUTERS / Stringer]
Makin kejamnya aksi Militer Myanmar, menurut Saungkha, justru menjadi motivator baginya. Hal itu, menurutnya, menandakan perjuangan aktivis masih jauh dari usai.
"Kami akan melawan junta dengan cara apapun. Tujuan utama kami adalah menghapuskan junta Militer Myanmar hingga ke akar-akarnya," ujar Saungkha. Saungkha menambahkan, Komite Nasional Gerakan Pemberontakan Sipil Myanmar merencanakan kudeta baru Kamis ini.
Militer Myanmar belum memberikan komentar atas pembunuhan yang terjadi serta unjuk rasa yang akan berlangsung. Namun, beberapa pekan lalu, Panglima Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing sudah mewanti-wanti akan ada banyak korban jatuh jika perlawanan terus berlanjut.
Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengaku sudah berbicara dengan perwakilan junta. Kepadanya, Burgener memperingatkan perlawanan akan makin keras, bakal ada sanksi lebih berat, bahkan upaya mengisolasi Myanmar. Namun, kata ia, Militer Myanmar bergeming.
"Mereka menyatakan sudah terbiasa dengan sanksi dan selalu bisa bertahan. Ketika saya memperingatkan soal kemungkinan Myanmar diisolir dari komunitas internasional, mereka menjawab lebih baik bertahan dengan sedikit teman," ujar Burgener menjelaskan respon Militer Myanmar.
Baca juga: PBB: 50 Orang Tewas Sejak Kudeta Myanmar Dimulai
ISTMAN MP| CHANNEL NEWS ASIA