TEMPO.CO, Jakarta - Junta Militer Myanmar memperkarakan enam jurnalis berkaitan dengan peliputan demonstrasi menentang kudeta. Dikutip dari Channel News Asia, keenam jurnalis dianggap telah menyebarkan kabar yang menyesatkan, menakutkan, dan memojokkan aparatur negara. Adapun salah satu dari jurnalis yang ditangkap adalah fotografer Associated Press, Thein Zaw.
"Ko Thein Zaw hanya menjalankan tugas reportasenya di lapangan yang sesuai dengan hukum kebebasan pers. Dia tidak mengikuti unjuk rasa, dia hanya menjalankan tugasnya," ujar pengacaranya Tin Zar Oo, Kamis, 4 Maret 2021.
Oo melanjutkan, kliennya bersama kelima jurnalis lainnya sekarang ditahan di Lembaha Permasyarakatan Insein, Yangon. Atas tuduhan yang dijatuhkan Militer Myanmar, kata Oo, Thein Zaw dan kelima jurnalis lainnya terancam dihukum penjara tiga tahun.
Ancaman hukuman penjara tiga tahun tersebut mengacu pada amandemen hukum yang dilakukan oleh junta militer bulan lalu. Awalnya, ancaman hukuman penjara untuk mereka yang dianggap menyebar informasi menyesatkan adalah dua tahun penjara.
Menurut laporan Channel News Asia, kelima jurnalis yang menemani Thein Zaw berasal dari media lokal Myanmar. Nama-nama medianya adalah Myanmar Now, Myanmar Photo Agency, 7 Day News, serta Zee Kwet Online.
Para pengunjuk rasa menggunakan perisai dari kaleng drum saat protes anti-kudeta di Yangon, Myanmar, 3 Maret 2021. REUTERS/Stringer
Kementerian Luar Negeri Amerika langsung merespon kabar penangkapan tersebut. Mereka mendesak Myanmar untuk segera membebaskan para jurnalis. Menurut Kementerian Luar Negeri Amerika, tidak ada hukum yang dilanggar oleh para jurnalis karena mereka hanya meliput unjuk rasa menentang kudeta Myanmar.
"Kami tegaskan bahwa sangat tidak bisa diterima seorang jurnalis ditangkap karena menjalankan tugasnya untuk menginformasikan publik," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika, Ned Price.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Presiden Berita Internasional Associated Press, Ian Philips. Ian berkata, jurnalis-jurnalis independen seharusnya terbebas dari rasa takut dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Oleh karenanya, ia meminta Militer Myanmar untuk segera membebaskan keenam jurnalis yang ada. "Ini penangkapan yang sewenang-wenang," ujar Ian Philips.
Per berita ini ditulis, kudeta Myanmar sudah sebulan berlangsung. Selama itu, berbagai hal terjadi di Myanmar mulai dari penangkapan pejabat negara, unjuk rasa, hingga pembunuhan aktivis. Kabar terbaru, 38 orang tewas pada unjuk rasa Rabu kemarin yang menambah jumlah total korban jiwa selama kudeta berlangsung 50 orang.
Berbagai negara sudah berupaya untuk menghentikan kudeta di Myanmar. Beberapa negara di Barat menjatuhkan sanksi kepada pejabat-pejabat Militer Myanmar. Di Asia Tenggara, negara-negara anggotanya melakukan langkah diplomasi untuk membujuk Militer Myanmar untuk melakukan gencatan senjata. Namun, sampai sekarang, belum ada hasilnya.
Baca juga: PBB: 50 Orang Tewas Sejak Kudeta Myanmar Dimulai
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA