TEMPO.CO, - Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan 38 orang tewas pada Rabu kemarin. Hal ini menjadikannya sebagai hari paling berdarah sejak kudeta ketika militer berusaha memadamkan protes rakyat Myanmar.
Burgener menggambarkan jumlah korban tewas pada Rabu kemarin sebagai sesuatu yang mengejutkan. "Sekarang lebih dari 50 orang (tewas) sejak kudeta dimulai dan banyak yang terluka," katanya dikutip dari Aljazeera, Kamis, 4 Maret 2021.
Schraner Burgener mengatakan dia yakin militer terkejut dengan besarnya aksi protes terhadap kudeta tersebut. “Saat ini kami memiliki anak muda yang hidup dalam kebebasan selama 10 tahun, mereka memiliki media sosial, dan mereka terorganisir dengan baik dan sangat bertekad. Mereka tidak ingin kembali dalam kediktatoran dan isolasi," ucap dia.
Tentara Myanmar berjalan di sepanjang jalan selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. [REUTERS / Stringer]
Utusan itu mengatakan sekitar 1.200 orang telah ditahan di Myanmar sejak kudeta bulan lalu dan banyak keluarga tidak mengetahui kondisi kesehatan atau keberadaan mereka.
“Bagaimana kami bisa melihat situasi ini lebih lama? Setiap alat yang tersedia sekarang dibutuhkan untuk menghentikan situasi ini. Kami sekarang membutuhkan persatuan komunitas internasional, jadi terserah negara-negara anggota untuk mengambil tindakan yang tepat," ujar Burgener.
Namun, kata Burgener, militer Myanmar justru seolah menantang dunia internasional untuk menjatuhkan sanksi pada mereka. Burgener mengatakan ia telah bicara dengan wakil panglima militer Myanmar Soe Win dan memperingatkannya bahwa akan ada tindakan keras dari beberapa negara serta isolasi sebagai tanggapan atas kudeta tersebut.
"Jawabannya adalah: 'Kami terbiasa dengan sanksi, dan kami selamat'," katanya dikutip dari Reuters.
Schraner Burgener terakhir berbicara dengannya pada 15 Februari dan sekarang berkomunikasi dengan militer Myanmar secara tertulis. “Ketika saya juga memperingatkan mereka akan pergi dalam isolasi, jawabannya adalah: 'Kami harus belajar berjalan hanya dengan beberapa teman'," ucap Burgener.
Baca juga: Menteri Luar Negeri ASEAN Cari Solusi Krisis Myanmar Tanpa Harus Mengintervensi