TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengaku kecewa dengan jumlah US$ 1,7 miliar (Rp 24,3 triliun) yang telah dijanjikan oleh negara-negara anggota pada hari Senin untuk bantuan kemanusiaan di Yaman.
Bantuan itu, kata Guterres, kurang dari setengah dari US$ 3,85 miliar (Rp 550,3 triliun) yang diperlukan PBB pada tahun 2021 untuk menghindari kelaparan skala besar di Yaman.
"Bagi kebanyakan orang, kehidupan di Yaman sekarang tidak tertahankan. Masa kanak-kanak di Yaman seperti neraka. Anak-anak Yaman kelaparan," kata Guterres saat membuka konferensi komitmen bantuan untuk Yaman, dikutip dari Reuters, 2 Maret 2021.
Setelah selesai konferensi, Guterres menyebut hasil konferensi mengecewakan dan memperingatkan bahwa "Memotong bantuan adalah hukuman mati."
Sekitar 16 juta orang Yaman, lebih dari setengah populasi negara Jazirah Arab, kelaparan, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dari jumlah tersebut, 5 juta berada di ambang kelaparan, kata kepala bantuan PBB Mark Lowcock.
"Ini tidak menyelesaikan masalah," kata Lowcock setelah konferensi komitmen bantuan untuk Yaman. "Tidak mungkin dengan dana yang terbatas untuk mencegah kelaparan skala besar."
Faid Samim, 7 tahun, seorang anak laki-laki yang menderita gizi buruk dan juga cerebral palsy, terbaring di tempat tidur di bangsal perawatan rumah sakit al-Sabeen di Sanaa, Yaman, 28 Desember 2020. Berat badan Faid Samim hanya 7 kilogram sehingga tubuhnya sangat kurus dan rapuh. REUTERS/Khaled Abdullah
Di antara komitmen bantuan kemanusiaan Yaman yang terkumpul pada hari Senin adalah dari Arab Saudi dengan US$ 430 juta (Rp 6 triliun), Amerika Serikat dengan US$ 191 juta(Rp 2,7 triliun), Uni Emirat Arab dengan US$ 230 juta (Rp 3,28 triliun) dan Jerman dengan US$ 240 juta (Rp 3,42 triliun).
Pada 2018 dan 2019, Perserikatan Bangsa-Bangsa mencegah kelaparan karena permohonan bantuan yang didanai dengan baik. Pada tahun 2020, badan dunia hanya menerima lebih dari setengah dari US$ 3,4 miliar (Rp 48,6 triliun) yang dibutuhkannya.
Lebih dari enam tahun perang di Yaman, yang secara luas dipandang sebagai konflik proksi antara Arab Saudi dan Iran, telah mengirim negara miskin itu ke dalam krisis kemanusiaan terbesar di dunia, kata PBB.
Seorang suster memegang seorang anak perempuan yang menderita kekurangan gizi saat mendapatkan perawatan di rumah sakit al-Sabeen di Sanaa, Yaman, 27 Oktober 2020. Penderita gizi buruk di Yaman meningkat karena pandemi Covid-19, penurunan ekonomi, banjir, konflik bersenjata, dan kekurangan dana. REUTERS/Khaled Abdullah
Sekitar 80% orang Yaman membutuhkan bantuan, dengan 400.000 anak di bawah usia 5 tahun mengalami kekurangan gizi parah, menurut data PBB. Untuk sebagian besar makanannya, negara ini bergantung pada impor yang telah sangat terganggu selama bertahun-tahun oleh semua pihak yang berperang.
Baca juga: PBB: 400 Ribu Anak Yaman Bisa Mati Kelaparan Tahun Ini
Koalisi militer pimpinan Arab Saudi melakukan intervensi di Yaman pada 2015 setelah kelompok Houthi yang didukung Iran menggulingkan pemerintah Yaman dari Sanaa. Houthi mengatakan mereka memerangi sistem yang korup. Penderitaan rakyat diperparah oleh jatuhnya ekonomi dan mata uang, dan sekarang oleh pandemi Covid-19.
Pejabat PBB sedang mencoba untuk menghidupkan kembali pembicaraan damai, dan Presiden baru AS Joe Biden mengatakan Yaman adalah prioritas pemerintahannya, menghentikan dukungan AS untuk kampanye militer koalisi Arab dan menuntut perang Yaman diakhiri.
REUTERS