TEMPO.CO, Jakarta - Demonstrasi menentang kudeta Myanmar kembali memakan korban. Dilaporkan kantor berita Reuters, seorang perempuan tewas ditembak oleh aparat pemerintah dalam penertiban unjuk rasa baru hari ini, Sabtu, 27 Februari 2021. Hal itu menjadikan total jumlah korban meninggal dalam kudeta Myanmar lima orang.
Identitas dari korban belum diketahui hingga sekarang. Kepolisian Myanmar pun enggan berkomentar. Hal yang bisa dipastikan baru korban meninggal dalam unjuk rasa yang berlangsung di kota Monwya. Sebelumnya, para pengunjuk rasa sudah memprotes cara polisi menertibkan demonstrasi Sabtu ini yang mereka anggap terlalu keras untuk unjuk rasa damai.
"Mereka menggunakan water canoon untuk menertibkan unjuk rasa damai. Tidak seharusnya mereka memperlakukan warga sendiri seperti itu," ujar salah satu demonstran, Aye Aye Tint, dikutip dari Reuters.
Per berita ini ditulis, unjuk rasa menentang kudeta Myanmar sudah berlangsung selama hampir sebulan. Walau junta Militer Myanmar sudah memperingatkan bakal ada nyawa melayang lagi jika demonstrasi dilanjutkan, warga bergeming. Unjuk rasa tetap berlangsung di berbagai kota Myanmar dan melibatkan berbagai kelompok masyarakat mulai dari guru, biksu, pekerja pabrik, hingga komunitas LGBT.
Gerah dengan perlawanan yang ada, Militer Myanmar mulai menggunakan cara-cara keras. Berbagai aktivis atau demonstran pun mereka tangkapi. Menurut data Asosiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik, Militer Myanmar sudah menangkap 500 orang lebih. Salah satu orang yang mereka tangkap adalah Penasehat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi.
Duta Besar Myanmar di PBB Kyaw Moe Tun. United Nations TV/Handout via REUTERS
Tindakan Militer Myanmar tak ayal menimbulkan kecaman dari berbagai negara. Negara-negara barat seperti Inggris, Kanada, dan Amerika bahkan sudah memberikan sanksi ekonomi dan personal untuk pejabat-pejabat Militer Myanmar. Mereka menuntut Militer Myanmar untuk segera mengakhiri kudeta, membebaskan tahanan politik, dan menerima hasil pemilu tahun lalu.
Kemarin, dalam sidang umum PBB, Duta Besar Myanmar Kyaw Moe Tun mendesak lembaga internasional tersebut mengintervensi kudeta di negaranya. Bahkan, ia meminta PBB untuk menggunakan cara apapun demi menghentikan kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing itu.
Permohonan itu ia sampaikan usai utusan khusus Sekjen Antonio Guterres, Christine Schraner Burgener, meminta negara manapun untuk tidak mengakui pemerintahan junta.
"Kami membutuhkan sekutu kuat dari komunitas internasional untuk bisa mengakhiri sesegera mungkin kudeta Myanmar, untuk mencegah adanya warga yang tertindas, dan untuk mengembalikan lagi demokrasi di sana," ujar Kyaw Moe Tun, mengakhiri permintaannya dengan salam tiga jari.
Baca juga: Dubes Myanmar Desak PBB Hentikan Kudeta oleh Junta Militer
ISTMAN MP | REUTERS