TEMPO.CO, - Pengadilan Malaysia memerintahkan penghentian rencana deportasi 1.200 etnis Rohingya. Hal ini untuk mendengarkan banding dari Amnesty International Malaysia dsn Asylum Access Malaysia, yang mengatakan ada anak di bawah umur termasuk di antara pengungsi yang ingin dikirim kembali.
Keputusan pengadilan Malaysia ini datang tepat setelah para migran diangkut ke pangkalan angkatan laut di mana tiga kapal militer Myanmar menunggu untuk membawa mereka pulang.
"Sehubungan dengan keputusan pengadilan, pemerintah harus menghormati perintah pengadilan dan memastikan bahwa tidak satu pun dari 1.200 orang yang dideportasi hari ini," kata direktur Amnesty International Malaysia, Katrina Jorene Maliamauv, dikutip dari Al Arabiya, Selasa, 23 Februari 2021.
Amnesty mengatakan pengadilan akan mendengarkan banding mereka besok dan mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencananya untuk mengirim para migran kembali ke Myanmar. Terlebih di saat militer, yang diduga melanggar HAM kepada etnis Rohingya, mengkudeta pemerintahan sipil.
“Penting untuk dicatat bahwa penundaan eksekusi yang diberikan oleh pengadilan tidak berarti 1.200 aman dari dideportasi. Mereka menghadapi risiko yang mengancam jiwa," kata Maliamauv dalam sebuah pernyataan.
Amnesty mendesak pemerintah untuk memberikan akses bagi Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi ke 1.200 migran dan semua pusat penahanan imigrasi secara umum, yang telah dibantah oleh pemerintah Malaysia sejak Agustus 2019.
Pejabat imigrasi Malaysia tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar. Namun sebelumnya mereka mengatakan tidak ada pemegang kartu UNHCR atau pengungsi etnis Muslim Rohingya yang ditahan baik karena tidak memiliki dokumen perjalanan yang sah, tidak memperpanjang visa, atau melanggar izin kunjungan sosial.
Sebanyak 27 anggota parlemen dan senator Malaysia juga mengirim surat kepada Perdana Menteri Muhyiddin Yassin pada Ahad kemarin dan mendesaknya untuk menghentikan deportasi. Tidak ada tanggapan dari kantor perdana menteri.
Malaysia tidak mengakui pencari suaka atau pengungsi, tetapi mengizinkan ribuan orang untuk tinggal dengan alasan kemanusiaan. Tercatat ada sekitar 180 ribu pengungsi PBB dan pencari suaka - termasuk lebih dari 100 ribu Rohingya dan kelompok etnis Myanmar lainnya.
Lebih dari 700 ribu Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar sejak Agustus 2017, ketika militer menyerbu mereka atas dalih memburu kelompok pemberontak. Pasukan keamanan telah dituduh melakukan pemerkosaan massal, pembunuhan dan pembakaran ribuan rumah.
Baca Juga: Pengungsi Rohingya Pasrah Dipindahkan Asal Tidak ke Myanmar
Sumber: AL ARABIYA