TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat menyuarakan kekhawatiran terhadap rencana Malaysia untuk mendeportasi para pencari suaka dan imigran lainnya dari Myanmar.
Kedutaan Amerika Serikat di Malaysia mengkonfirmasi pada Reuters bahwa mereka sangat waswas dan menyerukan dibukanya akses kepada UNHCR agar bisa mengunjungi tahanan yang ada di penjara-penjara imigrasi. UNHCR belum memberikan komentar apakah mereka akan diberikan akses tersebut.
Kementerian Luar Negeri Malaysia belum mau berkomentar mengenai kekhawatiran Amerika Serikat tersebut serta beberapa Kedutaan Besar lainnya, yang menyuarakan hal serupa.
Baca juga: DKI Hentikan Bantuan, Pencari Suaka Baru Berdatangan dari Puncak
Kedutaan Besar Malaysia di Myanmar belum mau merespon permasalahan ini. Namun dalam unggahan di Facebook pada Sabtu, 20 Februari 2021, disebutkan Malaysia akan memulangkan sekitar 1.200 orang, dimana repatriasi ini diprioritaskan pada mereka yang stranded (terkatung-katung) karena dampak pandemi Covid-19.
Kekhawatiran Amerika Serikat itu bermula saat situs Marine Traffic melihat ada tiga perahu berbendera Myanmar diminta berlabuh ke pangkalan Angkatan Laut Malaysia, Lumur pada Sabtu, 19 Februari 2021. Salah satu kapal menggambarkan ini sebagai sebuah operasi militer.
Sebelumnya laporan Reuters menyebut Malaysia sudah setuju untuk memulangkan 1.200 warga negara Myanmar yang melarikan diri di tengah kudeta militer. Malaysia menawarkan kapal untuk memulangkan mereka kembali.
Sekitar 100 pencari suaka dari Myanmar dan komunitas Chin dideportasi dari Malaysia. Para pencari suaka itu bertolak ke Malaysia untuk berlindung dari konflik atau persekusi di kampung halaman mereka. kelompok-kelompok HAM memperingatkan kehidupan para pencari suaka itu terancam, jika mereka dipulangkan.
Sumber: Reuters