TEMPO.CO, Jakarta - Masih berlangsungnya pandemi COVID-19, setahun lebih sejak wabahnya meledak, menjadi fokus pertemuan KTT G7 pekan ini. Negara-negara anggotanya menggarisbawahi soal distribusi vaksin COVID-19 yang masih belum mulus dan merata, terutama ke negara-negara miskin.
PM Inggris Boris Johnson, yang menjadi kepala pertemuan G7 tahun ini, menyarankan perlu ada skema khusus untuk menyisihkan surplus vaksin COVID-19. Dengan begitu, walaupun distribusi vaksin COVID-19 masih didominiasi negara kaya, tetap ada suplai yang bisa dibawa ke negara miskin.
"Kita harus menjamin seluruh dunia tervaksinasi karena ini pandemi global, bukan lokal. Percuma jika satu negara tervaksinasi tetapi yang lain tidak. Kita harus maju bersama," ujar Boris Johnson dalam pembukaan G7, Jumat 19 Februari 2021.
Presiden Amerika Joe Biden, dalam debutnya di G7, setuju dengan Johnson. Menurutnya, perlu ada perhatian ke distribusi vaksin COVID-19 yang belum merata.
Menurut keterangan Gedung Putih, Joe Biden siap menganggarkan bantuan US$4 miliar untuk pengadaan vaksin COVID-19 bagi negara miskin. Adapun bantuan itu akan disalurkan lewat COVAX, program vaksin COVID-19 WHO. Belum lama ini, WHO mengeluh COVAX dikesampingkan negara anggotanya yang lebih memilih menyalurkan bantuan vaksin sendiri-sendiri.
Seorang wanita hamil menerima vaksin Covid-19 di Schwenksville, Pennsylvania, AS, 11 Februari 2021. Para wanita hamil tersebut disuntik vaksin Covid-19 produksi Pfizer-BioNTech. REUTERS/Hannah Beier
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menginginkan langkah yang besar. Pada pernyataan pra pertemuan G7, ia meminta semua negara besar menyisihkan 5 persen dari suplai vaksinnya. Nah, vaksin yang disisihkan itu yang kemudian dikirim ke negara-negara miskin.
Menurut laporan PBB, 75 persen suplai vaksin COVID-19 di dunia dikuasai 10 negara. Sementara itu, jumlah negara yang belum memiliki satupun vaksin COVID-19 ada 130.
"Tidak meratanya distribusi vaksin COVID-19 adalah percepatan terhadap kesenjangan global. Secara politis juga tidak sehat karena membuka jalan menuju perang pengaruh via vaksin," ujar Macron, menyinggung langkah agresif Cina dan Rusia memberikan vaksin COVID-19 ke berbagai negara.
Selain soal distribusi vaksin COVID-19 yang belum merata, pengembangan varian baru vaksin juga jadi materi pertemuan G7. Negara anggota ingin mendorong WHO dan para peneliti untuk mempercepat pengembangan varian baru vaksin untuk merespon varian baru COVID-19. Targetnya, dari estimasi 300 hari menjadi 100 hari.
Menurut anggota G7, vaksin COVID-19 menjadi kunci penting untuk pemulihan ekonomi yang lumpuh akibat lockdown di berbagai negara.
"Presiden Joe Biden mendiskusikan pentingnya investasi untuk meningkatkan daya saing kolektif serta pembaharuan regulasi global untuk menghadapi tantangan ekonomi yang salah satunya dari Cina," ujar keterangan pers soal KTT G7.
Baca juga: WHO Imbau Negara Anggota Sumbangkan Vaksin COVID-19 via COVAX
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA