TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, meminta negara-negara anggotanya untuk tidak menyumbangkan vaksin COVID-19 sendiri-sendiri. Sebaliknya, ia meminta merika untuk menyumbangkan via COVAX yang memang dibentuk WHO untuk mendistribusikan vaksin COVID-19.
Imbauan itu dikeluarkan Ghebreyesus usai mendapati negara-negara anggotanya menyumbangkan vaksin COVID-19 secara sepihak. Cina, misalnya, menyumbang vaksin COVID-19 ke Afrika, sementara Rusia menyumbangkan vaksin ke Amerika Latin. Menurut Ghebreyesus, hal itu tidak menyelesaikan masalah ketimpangan distribusi vaksin COVID-19.
"Bantuan secara one on one seperti itu malah mengganggu upaya COVAX untuk menyetarakan distribusi vaksin COVID-19 di dunia. Sumbangkan via COVAX untuk bantu kamu menyelesaikan masalah ketimpangan vaksin," ujar Ghebreyesus, dikutip dari Channel News Asia, Kamis, 18 Februari 2021.
Apabila mengacu pada pernyataan PBB pada Rabu kemarin, 75 persen suplai vaksin COVID-19 dikuasai oleh 10 negara saja. Kesepuluh negara itu kebanyakan negara-negara kaya. Padahal, masih ada 130 negara di dunia yang belum menerima satupun dosis vaksin COVID-19 hingga sekarang.
Petugas medis menunjukan vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech COVID-19. Badan Obat Norwegia (NMA) mengatakan hasil otopsi terhadap 13 jenazah menunjukkan bahwa efek samping umum vaksin covid-19 REUTERS/Andreas Gebert
Ghebreyesus melanjutkan, WHO bersedia menyesuaikan kebijakan distribusi vaksin COVID-19 oleh COVAX apabila negara anggota memiliki preferensi tertentu. Ia mengklaim paham sejumlah bantuan diberikan ke suatu negara bukan karena faktor kebutuhan saja, tetapi kedekatan dan hubungan spesial.
"Apa yang kami bisa lakukan jika vaksin disumbangkan via COVAX, bantuan untuk negara tertentu akan kami pastikan sampai ke sana sementara suplai yang kami punya dikirim ke negara lain," ujar Ghebreyesus untuk memastikan tidak ada pengiriman ganda dan vaksin bisa terdistribusi secara rata.
Adapun tantangan bagi WHO bakal berasal dari Uni Eropa di mana mengusai mayoritas pemesanan suplai vaksin COVID-19. Mereka mengembangkan mekanisme distribusi sendiri, bukan bagian dari COVAX. Hal itu besar kemungkinan dipicu kekesalan mereka soal suplai vaksin yang tidak sesuai target.
Penasehat WHO, Bruce Aylward, mengatakan negara-negara kaya di Uni Eropa dan Kanada sesungguhnya sudah mendekatinya. Mereka, kata Aylward, tertarik menggunakan jasa COVAX. Sayangnya, ketertarikan itu belum berubah menjadi langkah nyata.
"Banyak yang tertarik, tapi tidak ada kelanjutannya," ujar Aylward soal tantangan distribusi vaksin COVID-19. Sejauh ini, COVAX baru memegang suplai vaksin COVID-19 dari Pfizer dan AstraZeneca.
Baca juga: PBB: 75 Persen Vaksin COVID-19 Dikuasai 10 Negara
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA