TEMPO Interaktif, Jakarta: Mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra telah menyampaikan pidato emosional melalui telepon kepada ribuan pendukungnya yang berunjuk rasa di Bangkok.
Unjuk rasa itu ditujukan untuk mendemonstrasikan bertahannya popularitas Thaksin, yang telah hidup di pengasingan sejak Agustus setelah putusan pengadilan.
Dia dihukum secara in absentia karena melanggar aturan konflik kepentingan.
Thaksin menuduh lawan-lawannya menghancurkan demokrasi untuk menjungkalkan dirinya.
Unjuk rasa Sabtu yang teroganisir itu menunjukkan kekuatan kubu Thaksin, yang mengingatkan kepada kampanye cerdik yang membantu memenangkan mantan perdana menteri itu dalam tiga pemilihan umum berturut-turut.
Tujuannya, kata penyelenggara, adalah untuk menunjukkan dukungan populer bagi pemerintah yang terinspirasi Thaksin, pada saat mereka di bawah tekanan untuk turun dari gerakan protes Aliansi Rakyat untuk Demokrasi yang telah menduduki kantor Perdana Menteri sejak Agustus.
Unjuk rasa itu dihadiri lautan massa berbaju merah, untuk membedakan mereka dari penentang berbaju kuning. Banyak di antara mereka yang telah melakukan perjalanan jauh untuk berunjuk rasa dari utara dan timur laut, di mana pemerintah memiliki pendukung kuat, namun banyak juga dari Bangkok .
Di puncak unjuk rasa malam itu, muncul kejutan ketika Thaksin berbicara kepada massa melalui saluran telepon dari Inggris, tempat di mana ia tinggal sejak Agustus.
"Saya ingin kembali tapi tidak bisa, walaupun saya rindu anda semua," kata politikus dalam pengasingan yang menghadapi dua tahun hukuman penjara di Thailand.
"Jika kita tidak dapat menegakkan demokrasi dan menyelamatkan negara dari kediktatoran, kesempatan negara kita kembali menjadi negara yang damai kecil."
Dua tahun setelah tersingkir oleh pemerintahan militer, Thaksin masih menjadi daya tarik bagi partainya. Banyak peserta unjuk rasa yang menangis saat dia mengatakan lawan-lawannya telah merusak demokrasi dan merobek-robek kebijakannya, hanya untuk menyingkirkannya.
Ini menunjukkan kekuatan pengikutnya, setelah dua bulan PAD memonopoli perhatian media di ibukota.
Massa yang jauh lebih besar dibandingkan yang diatur PAD menimbulkan kekhawatiran bahwa negara itu akan terbelah ke dalam perang sipil jika ada kup militer lain.
BBC/Erwin