TEMPO.CO, Jakarta - Penangkapan aktivis meningkat seiring dengan memanasnya suhu politik di Myanmar. Dikutip dari kantor berita Al Jazeera, junta militer Myanmar telah menangkap kurang lebih 500 orang sepanjang kudeta berlangsung. Dari angka tersebut, kurang lebih 495 di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka menurut laporan Asosiasi Bantuan Hukum untuk Tahanan Politik (AAPP).
"Sebanyak tiga di antara mereka telah divonis penjara. Dua dihukum penjara dua tahun dan sisanya tiga bulan penjara. Sisanya masih mendekam di tahanan, menunggu pengadilan," ujar AAPP dalam keterangan persnya, Rabu, 17 Februari 2021.
Ada figur-figur politik di antara mereka yang telah ditahan. Salah satunya adalah Penasehat Negara Aung San Suu Kyi. Junta militer Myanmar menangkapnya pada 1 Februari 2021 lalu ketika kudeta dimulai untuk pertama kalinya. Belakangan, diungkapkan bahwa Suu Kyi telah ditetapkan sebagai tersangka untuk dua perkara yaitu impor ilegal walkie talkie dan pelanggaran regulasi bencana alam.
Selain Suu Kyi, junta militer Myanmar juga menangkap Presiden Win Myint dan beberapa pejabat panitia penyelenggara pemilu tahun lalu. Seperti diberitakan sebelumnya, kudeta Myanmar dipicu keyakinan junta militer bahwa partai yang mengusung Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi, telah bermain curang di pemilu tahun lalu.
Perkembangan terbaru, sebanyak delapan pegawai negeri dari ratusan orang yang ditangkap junta militer telah disidangkan oleh Pengadilan Myanmar. Mereka dianggap telah melanggar hukum ketika ikut dalam unjuk rasa Gerakan Pemberontakan Sipil. Mereka terancam dihukum penjara dua tahun.
Belum diketahui apakah data AAPP telah mengikutkan enam selebritas yang tengah diincar oleh junta militer Myanmar. Menurut kabar yang beredar, mereka akan diperkarakan karena memprovokasi rakyat untuk menggelar kampanye. Atas tindakan itu, yang melumpuhkan aktivitas ekonomi, mereka bisa dihukum penjara dua tahun.
Secara terpisah, situs lembaga bantuan hukum Myanmar juga melaporkan 40 pengacara mereka terancam dipersekusi oleh junta militer. Mereka juga diincar untuk hal yang sama, ikut serta dalam demonstrasi Gerakan Pemberontakan Sipil.
Per berita ini ditulis, komunitas yang tergabung dalam Gerakan Pemberontakan Sipil memang kian banyak. Tak hanya dokter dan guru, insinyur, pengacara, hingga hacker pun turut serta dalam unjuk rasa menentang kudeta Myanmar. Bahkan, kelompok hacker menyuarakan protesnya dengan meretas situs-situs milik pemerintah.
"Kami bertarung untuk keadilan di Myanmar," ujar kelompok yang menamainya Myanmar Hackers, dikutip dari kantor berita Al Jazeera. Mereka telah meretas situs Bank Sentral, Militer Myanmar, stasiun televisi MRTV, dan Badan Administrasi Obat-obatan serta Makanan.
Baca juga: Kepolisian Myanmar Mau Tangkap 6 Selebriti yang Dukung Protes Kudeta Militer
ISTMAN MP | AL JAZEERA