TEMPO.CO, Jakarta - Klaim militer Myanmar, yang menyebut ada dukungan publik untuk menggulingkan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, dipertanyakan oleh masyarakat yang menentang kudeta.
Dalam unjuk rasa pada Rabu, 17 Februari 2021, masyarakat yang memprotes yang terdiri dari selebriti, aktivis dan mahasiswa, meneriakkan penolakan klaim militer tersebut. Demonstran yang berunjuk rasa juga memastikan aksi protes tersebut tidak akan berhenti.
“Kami sedang memperlihatkan di sini bahwa kami bukan termasuk 40 juta orang yang mereka umumkan,” kata Sithu Maung, politikus dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) di tengah unjuk rasa di Pagoda Sule, Yangon.
Baca juga: Ditekan Demonstran dan Amerika, Militer Myanmar Melawan
Sebuah kendaraan lapis baja melintas di jalan raya saat protes melawan kudeta militer, di Yangon, Myanmar, 14 Februari 2021. Militer Myanmar mulai menerjunkan kendaraan lapis baja di kota-kota besar dan memutus akses internet sebagai respon atas aksi unjuk rasa menentang kudeta yang berlangsung. REUTERS/Stringer
Sebelumnya pada Selasa, 16 Februari 2021, Zaw Min Tun, juru bicara Dewan Pemerintah yang juga berpangkat Brigadir Jenderal mengatakan ada 40 juta dari total 53 juta populasi Myanmar yang mendukung tindakan militer, yang diklaimnya sejalan dengan konstitusi. Militer Myanmar menuduh telah terjadi penipuan pada pemilu 8 November 2020 lalu yang dimenangkan oleh Suu Kyi.
“Apa yang mereka katakan sepenuhnya tidak benar. Mereka bilang ada penipuan surat suara, namun liat orang-orang yang ada di sini (unjuk rasa),” kata seorang warga yang ikut berunjuk rasa.
Pengambil alihan kekuasaan di Myanmar telah menuai kritikan dari negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Inggris. Sedangkan Cina sedikit lebih lunak, namun Duta Besar Cina di Myanmar meyakinkan kalau mereka tidak mendukung kudeta tersebut.
Utusan khusus PBB, Tom Andrews, mengatakan pihaknya waswas dengan potensi kekerasan yang bakal dialami oleh demonstran. Andrews pun menyerukan pada setiap negara yang punya pengaruh pada jenderal-jenderal dan bisnis di Myanmar, agar memberikan tekanan supaya militer tidak menggunakan kekerasan.
Kudeta yang dilakukan militer Myanmar pada 1 Februari lalu telah memancing unjuk rasa di sejumlah titik di negara itu sejak 6 Februari 2021. Ratusan ribu orang turun ke jalan memprotes tindakan militer tersebut.
Sumber: Reuters