TEMPO.CO, Jakarta - Situasi di Myanmar yang tak kunjung membaik membuat provider internet khawatir akan keselamatan pegawai-pegawainya di sana. Mereka akhirnya memilih untuk berkompromi terhadap junta militer Myanmar dan tidak mencoba melakukan perlawanan yang bisa membahayakan nasib pegawai.
Salah satu yang melakukan hal itu adalah Telenor, provider internet di Myanmar asal Norwegia. Awalnya, Telenor selalu mempublikasikan salinan surat perintah junta militer yang meminta mereka untuk mematikan internet. Namun, per akhir pekan kemarin, sikap transparan itu mereka hentikan atas alasan keamanan.
"Saat ini tidak memungkinkan bagi Telenor untuk mempublikasikan perintah yang kami teriam dari pemerintah. Kami sungguh menyesal pemberitahuan soal itu tidak akan diperbarui lagi," ujar Telenor pada Ahad kemarin, 14 Februari 2021.
Juru bicara Telenor, Hanne Langeland, menyatakan keputusan itu diambil setelah ditimbang dengan matang. Para pimpinan Telenor, kata ia, memutuskan keselamatan para pegawainya adalah yang terpenting untuk saat ini.
Pihak Telenor tidak menjelaskan secara detil apakah ada desakan juga dari junta militer untuk tidak ikut-ikutan melawan. Langeland hanya menyebut situasi di Myanmar saat ini membingungkan dan tidak jelas.
"Pertimbangan kami terhadap situasi di Myanmar menyakinkan kami untuk tidak lagi mengkomunikasikan perintah dari pemerintah," ujar Langeland, dikutip dari Channel News Asia, Selasa, 16 Februari 2021.
Selain Telenor, provider-provider internet di Myanmar juga menerima perintah serupa. Lembaga pengawas internet NetBlocks pada Senin kemarin mengatakan koneksi di Myanmar hampir mati total.
Diberitakan sebelumnya, pemadaman internet dilakukan berkali-kali oleh junta militer untuk menekan gerakan protes kudeta Myanmar. Per berita ini ditulis, kudeta Myanmar sudah berlangsung dua pekan lebih di mana militer mengambil alih pemerintahan. Pengambilalihan tersebut dilakukan militer dengan menculik pejabat negara seperti Aung San Suu Kyi, membubarkan kabinet, dan menghentikan pelantikan anggota parlemen baru.
Pengunjuk rasa sejauh ini bergeming. Mereka tetap turun ke jalanan, mendesak junta militer Myanmar untuk menghentikan kudeta, membebaskan para tahanan politik, dan mengakui hasil pemilu tahun lalu.
Junta militer Myanmar, yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing, ogah dianggap telah melakukan kudeta. Dalam pernyataan terbaru, mereka mengklaim mencoba melakukan yang terbaik untuk Myanmar yaitu mencarikan pemimpin yang sah. Janji mereka masih sama, menggelar pemilu baru yang hingga sekarang tak jelas kapan.
Baca juga: Berhasil Kontak Militer Myanmar, PBB Sampaikan Peringatan
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA