TEMPO.CO, - Penduduk Myanmar kini dilanda kepanikan dan ketakutan sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021. Pasalnya beredar kabar jika militer diduga menggunakan para preman untuk menciptakan kerusuhan.
Kondisi semakin rumit bagi penduduk lantaran junta militer melegalkan penangkapan tanpa surat perintah. Warga di sejumlah kota pun bergantian berpatroli setiap malam untuk menjaga diri dan tempat tinggalnya.
Ko Phyo, seorang pria paruh baya di kota Mingalar Taung Nyunt di Yangon, mengatakan bahwa beberapa penduduk mulai mengenakan helm putih untuk memudahkan identifikasi dan membedakan diri dari orang asing. "Kami akan mengadakan serangkaian pertemuan hari ini dan dalam beberapa hari mendatang untuk membuat patroli lebih sistematis. Kalau tidak, kami tidak bisa tidur di malam hari,” katanya dikutip dari Arab News, Senin, 15 Februari 2021.
Aye Kyu, 54 tahun, penduduk dari kota Hlaing Yangon, mengatakan ia dan tetangganya bekerja sama untuk menjaga daerah itu pada malam hari, mulai dari Jumat ketika junta memberi amnesti pada lebih dari 23 ribu narapidana. Ia menduga militer akan menggunakan preman untuk menciptakan kerusuhan dan kekacauan. "Itu sangat mirip dengan situasi hanya beberapa hari sebelum penumpasan brutal militer terhadap pengunjuk rasa pada 1988," ujarnya.
Ia menuturkan militer membutuhkan alasan untuk menindak warga yang menentang kudeta. Sebabnya mereka diduga bakal menciptakan situasi kacau hingga membuat orang merasa tidak aman dan meresponnya dengan panik.
“Kami sekarang harus terus mengawasi setiap saat. Jadi, kami sepakat untuk menugaskan sepuluh pria setiap malam untuk menjaga tetangga. Kami tidak memiliki siapa pun untuk melindungi kami. Polisi dan tentara bertindak seperti preman bagi kami," kata Aye Kyu.
Seperti diketahui, sejak Sabtu, 6 Februari hingga kini ribuan warga Myanmar menggelar unjuk rasa menentang kudeta militer. Jam malam kemudian diberlakukan oleh junta.
Pasukan keamanan pun menangkapi anggota partai oposisi, aktivis, pegawai negeri, hingga biksu yang menentang kudeta, menurut kantor hak asasi manusia PBB pada Jumat.
Sementara itu, Dewan Administrasi Nasional, yang dipimpin oleh pemimpin kudeta dan panglima militer Min Aung Hlaing, mengatakan pihaknya menangguhkan undang-undang sehingga mengesahkan penangkapan tanpa surat perintah dan bisa menahan seorang tersangka lebih dari 24 jam.
Junta memerintahkan pasukan untuk memburu tujuh tokoh termasuk Min Ko Naing, seorang aktivis yang dianggap orang paling berpengaruh kedua di Myanmar setelah pemimpin yang ditahan dan mantan peraih Hadiah Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi.
BACA JUGA: Pengungsi Rohingya Pasrah Dipindahkan Asal Tidak ke Myanmar
Sumber: ARAB NEWS