TEMPO.CO, Jakarta - Remaja Myanmar yang ditembak aparat keamanan di kepala saat protes kudeta militer pada Selasa kemarin, kini berjuang antara hidup dan mati dalam perawatan intensif. Penembakan itu memancing amarah rakyat Myanmar yang menuntut demokrasi setelah pemerintahan sipil terpilih dikudeta militer 1 Februari.
Remaja Myanmar itu bernama Mya Thwate Thwate Khaing. Dia seharusnya merayakan ulang tahunnya yang ke-20 pada hari Kamis.
Sebaliknya, dia berjuang untuk hidupnya di sebuah rumah sakit di ibu kota Naypyitaw setelah dia ditembak di kepala ketika polisi menindak brutal protes terhadap kudeta militer.
Tentara Myanmar merebut kekuasaan pada 1 Februari dan menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, mengakhiri transisi panjang menuju demokrasi dan membawa puluhan ribu demonstran turun ke jalan.
Dikutip dari Reuters, 11 Februari 2021, penembakan terhadap Mya, yang merupakan korban serius pertama yang diketahui dari protes, telah membangkitkan kemarahan di seluruh negeri dan menggalang dukungan untuk gerakan anti-kudeta, banyak di antaranya adalah bagian dari Generasi Z yang mengatakan mereka menolak menyerahkan generasi penerus menderita di bawah pemerintahan militer.
Mya Thwate Thwate Khaing, seorang pekerja toko bahan makanan berusia 19 tahun, melakukan perjalanan dengan saudara perempuannya dari desa terdekat ke Naypyitaw, ibu kota baru Myanmar, untuk melakukan protes pada hari Selasa.
Naypyitaw adalah salah satu dari puluhan kota di seluruh negeri yang menggelar protes.
Polisi berupaya membubarkan protes damai dengan meriam air dan tembakan. Mya terkena peluru tajam di bagian belakang kepalanya saat dia melarikan diri. Dokter mengatakan Mya memiliki harapan kecil untuk hidup.
Saudaranya Ye Htut Aung mengatakan bahwa keluarga, meskipun mendukung protes, telah mendesaknya untuk tidak pergi ke demonstrasi karena takut akan kekerasan. Tapi dia bersikeras.
"Itu adalah semangatnya," katanya melalui telepon kepada Reuters. "Dia ingin dan aku tidak bisa menghentikannya."
Terakhir kali dia berbicara dengannya, katanya, melalui panggilan suara dengan koneksi yang buruk. Panggilan video tidak bisa dilakukan karena junta militer Myanmar yang berkuasa telah membatasi akses internet.
Ye Htut Aung memperingatkannya untuk tetap berada di belakang protes dan mengatakan polisi tidak bisa dipercaya.
"Apa yang akan kamu lakukan jika mereka menembak?" Dia bertanya.
"Tidak, mereka tidak akan melakukannya," jawabnya. "Tidak apa-apa. Bahkan jika mereka menembak, itu akan baik-baik saja."
Sebuah spanduk yang dipasang di Yangon pada 10 Februari 2021, menunjukkan seorang pengunjuk rasa perempuan yang terluka oleh luka tembak di kepala ketika polisi menindak pengunjuk rasa pada 9 Februari 2021 di Naypyitaw, Myanmar. [REUTERS / Stringer]
Para pengunjuk rasa memasang foto besar Mya pada sebuah jembatan di pusat kota Yangon, ibu kota komersial Myanmar, pada hari Rabu. "Mari bersama-sama melawan diktator yang membunuh orang," bunyi tulisan yang tertera pada spanduk itu.
Rekaman video yang diunggah ke Facebook dan diverifikasi oleh Reuters menunjukkan detik-detik saat dia ditembak. Dalam rekaman itu, dia berdiri di depan kerumunan pengunjuk rasa yang berhadapan dengan polisi anti huru hara.
Mengenakan kaos merah dan helm, dia pertama kali terkena serangan meriam air. Seorang perempuan di sampingnya meraih tangannya dan mencoba untuk membawanya pergi. Saat mereka berbalik, terdengar suara tembakan dan Mya terjatuh. Polisi terus merangsek ke kerumunan dengan meriam air saat mereka mencoba merawatnya.
"Saya tidak menyangka dia ditembak pada awalnya, saya pikir dia pingsan karena marah," kata adiknya, Mya Tha Toe Nwe, yang ada di sana.
Dengan berlinang air mata, dia mengatakan bahwa Mya Thwate Thwate Khaing adalah anak bungsu dari empat bersaudara.
"Saya merasa sangat sedih," katanya kepada media. "Kami hanya punya satu ibu, ayah kami sudah meninggal....Ibu saya juga tidak tahan dengan putri kecilnya yang sekarat seperti ini."
Seorang dokter dari rumah sakit mengatakan kepada Reuters bahwa dia telah kehilangan fungsi otak yang signifikan dan kemungkinan besar tidak dapat bertahan hidup.
Ye Htut Aung mengatakan militer telah mencoba memindahkan saudara perempuannya ke rumah sakit tentara tetapi keluarganya menolak.
Semua anggota keluarga adalah pendukung Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang memilih partai tersebut dalam pemilihan 8 November yang dimenangkannya telak NLD. Militer mengatakan, tanpa bukti, bahwa pemilihan itu curang, untuk membenarkan perebutan kekuasaan mereka.
Mya Thwate Thwate Khaing mencoblos untuk pertama kalinya, kata kakaknya.
Baca juga: Amerika Sanksi Jenderal Myanmar dan Bekukan Akses Keuangan Mereka
Dalam foto yang diunggah di Facebook, Mya berdiri di tempat yang tampak seperti hutan atau taman mengenakan kemeja merah muda bergambar beruang kartun. Rambut panjangnya terurai dari wajahnya.
Sejak berita tentang kondisi kritis Mya menyebar, halamannya dibanjiri dengan komentar memberi dukungan.
"Melawanlah, anak muda," salah satu komentar di lama Facebook Mya.
Human Rights Watch mengatakan seorang pria berusia 20 tahun yang juga terluka oleh peluru berada dalam kondisi stabil.
Unit informasi berita milik militer mengatakan pasukan keamanan hanya menggunakan senjata tidak mematikan dan polisi sedang menyelidiki penembakan Mya dan lainnya. Dikatakan dua polisi terluka oleh "perusuh" dan berada di rumah sakit.
Tetapi penembakan itu telah menyebabkan kemarahan di seluruh negeri dan mengingatkan sejarah panjang tindakan keras berdarah terhadap protes oleh pasukan keamanan di Myanmar. Selama pemberontakan melawan bekas junta militer yang berkuasa di akhir 1980-an, ribuan orang Myanmar terbunuh.
REUTERS