TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh memuji putusan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang mengizinkan dilakukannya sebuah penyelidikan terhadap kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel dan fraksi di Palestina.
Shtayyeh pun mendesak Kepala Jaksa Penuntut di ICC agar membuka sebuah penyelidikan formal, yang mungkin akan membawa Palestina pada sebuah langkah penting, yakni pengakuan internasional Palestina sebagai sebuah negara.
Baca juga: Dituduh Lakukan Kejahatan Perang di Gaza, Israel Akan Lawan ICC
Anak-anak Palestina memprotes tindakan militer Israel yang menggusur sekolah mereka, yang terbuat dari kontainer, di dekat Hebron, Tepi Barat, Rabu, 11 Juli 2018. Konflik kedua negara makin memanas terkait dengan perbatasan wilayah. REUTERS/Mussa Qawasma
Dalam wawancara dengan France 24 beberapa hari setelah putusan ICC, Shtayyeh menekankan bahwa Israel adalah penyerang utama. ICC yang bermarkas di Den Hague, Belanda, dalam putusannya menyatakan memiliki yuridiksi di territorial Palestina sehingga ini menjadi sebuah jalan dilakukannya investigasi dugaan kejahatan perang yang dilakukan kedua belah pihak (Israel dan Palestina).
Menurut Shtayyeh, pihaknya sangat yakin Amerika Serikat dibawah Pemerintahan Joe Biden, akan segera membuka kembali biro diplomatik Palestina di Washington serta kantor konsulat jenderal Amerika Serikat di Yerusalem Timur. Dia pun yakin Amerika Serikat akan melanjutkan bantuannya ke Palestina.
Akan tetapi, Shtayyeh pun yakin pemerintahan Amerika Serikat yang baru tidak akan mungkin membatalkan putusan pemerintahan sebelumnya yang memindahkan kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat dari Ibu Kota Tel Aviv, Israel ke Yerusalem, yakni sebuah wilayah yang masih dipersengketakan dengan Palestina.
Untuk itulah Shtayyeh mengklaim proses damai yang sesungguhnya sulit dimediasi kalau hanya Amerika Serikat sendiri. Dibutuhkan keterlibatan yang luas oleh dunia internasional untuk menciptakan solusi dua negara. Upaya tersebut harus melibatkan pemain di kawasan seperti Yordania dan Mesir serta Eropa, Rusia dan Cina.
Dalam wawancara tersebut, Shtayyeh menyayangkan keputusan beberapa negara Arab yang menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Sebab tindakan tersebut tidak berdampak apa pun pada Palestina. Dia pun mendesak negara-negara Arab untuk kembali bersatu memperjuangkan Palestina.
Sumber: https://www.france24.com/en/tv-shows/the-interview/20210207-us-can-t-be-sole-mediator-any-more-between-israel-and-palestine-says-palestinian-pm