TEMPO.CO. Jakarta - Militer Myanmar, yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing, memprotes keras aksi unjuk rasa yang berlangsung sejak Sabtu kemarin. Walau mereka belum menggunakan kekerasan untuk merespon unjuk rasa tersebut, mereka mengancam akan melakukannya kepada para pendemo jika unjuk rasa terus berlanjut.
"Tindakan akan diambil berdasarkan hukum yang berlaku terhadap hal-hal yang mengganggu, mencegah, dan menghancurkan kestabilan negara, keamanan publik, serta penegakan hukum," ujar pernyataan pers Militer Myanmar, yang mengambil alih pemerintahan, Senin, 8 Februari 2021.
Pernyataan itu disampaikan juga via stasiun televisi milik pemerintah, MRTV. Harapannya, dengan peringatan itu, maka unjuk rasa akan berhenti. Namun, sejauh berita ditulis, unjuk rasa tetap berlangsung di berbagai kota Myanmar, mulai dari Yangon hingga Mandalay.
Sejauh ini, untuk mengendalikan unjuk rasa, Militer Myanmar tidak menerjunkan personilnya ke lapangan. Mereka menerjunkan aparat Kepolisian Myanmar yang kemudian menyambut demonstran dengan pasukan anti huru-hara serta meriam air. Di ibu kota Myanmar, Naypyidaw, meriam air bahkan sempat ditembakkan ke arah demonstran.
Jika personil militer sampai diterjunkan, hal itu akan menjadi kekhawatiran tersendiri. Mereka memiliki rekam jejak yang buruk mulai dari pelanggaran hak asasi manusia hingga kekerasan terhadap masyarakat. Di tahun 1988, misalnya, militer Myanmar membunuh 3000 pengunjuk rasa.
Situasi kali ini tidak seganas tahun 1988. Polisi lebih pasif dibanding militer dan mereka memang cenderung lebih dekat terhadap figur oposisi, Aung San Suu Kyi. Menurut laporan Al Jazeera, tidak semua personil kepolisian diterjunkan untuk menghadapi langsung demonstran kudeta Myanmar.
Diberitakan sebelumnya, kudeta Myanmar dimulai pada Senin pekan lalu. Militer Myanmar pimpinan Min Aung Hlaing merebut pemerintahan yang ada. Hal itu dimulai dengan menangkap sejumlah pejabat negara Myanmar, memberhentikan para menteri, dan membatalkan pelantikan anggota parlemen baru.
Beberapa figur sentral yang mereka tangkap adalah Aung San Suu Kyi, selaku Penasehat Negara, serta Presiden Win Myint. Keberadaan mereka masih misterius walau militer Myanmar mengklaim kondisi mereka baik-baik saja. Kabar yang beredar, keduanya sempat ditahan di rumah masing-masing sebelum dipindahkan ke lokasi lain yang dirasa lebih pas.
Kudeta Myanmar itu sendiri dipicu kekalahan partai yang berafiliasi dengan Militer, Partai Persatuan Solidaritas dan Pengembangan (USDP), dari Partai Liga Nasional Untuk Demokrasi (NLD) pada pemilu tahun lalu. USDP menganggap ada kecurangan di pemilu tersebut sehingga menyakini pemerintahan yang ada sekarang tidak sah.
Baca juga: Pendemo Ajak Polisi Ikut Protes Kudeta Myanmar
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA | AL JAZEERA
https://www.channelnewsasia.com/news/asia/myanmar-coup-protests-crackdown-warning-issued-14139098
https://www.aljazeera.com/news/2021/2/8/in-myanmar-protesters-urge-police-to-join-democracy-fight