TEMPO.CO, Jakarta - Aksi memprotes kudeta Myanmar belum menunjukkan tanda-tanda berakhir meski internet diblokir. Hari ini, di Yangon, ribuan warga kembali berkumpul untuk menggelar unjuk rasa, menuntut militer Myanmar selaku pelaku kudeta untuk menerima hasil pemilu, membebaskan Penasehat Negara Aung San Suu Kyi, dan menerapkan demokrasi.
Unjuk rasa hari ini adalah unjuk rasa kedua. Seperti unjuk rasa pada Sabtu kemarin, para demonstran hadir mengenakan pakaian warna merah. Itu adalah warna yang identik dengan partai bentukan Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
"Kami akan terus bergerak, terus menuntut hingga kami mendapatkan demokrasi. Akhiri kediktatoran militer ini," ujar salah satu pengunjuk rasa, Myo Win, 37, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia, Ahad, 7 Februari 2021.
Seperti diberitakan sebelumnya, situasi di Myanmar memanas sejak Senin kemarin. Militer Myanmar, yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing, merebut pemerintahan yang ada. Hal itu dimulai dengan menangkap sejumlah pejabat negara Myanmar.
Beberapa figur sentral yang mereka tangkap adalah Aung San Suu Kyi serta Presiden Win Myint. Sejauh ini keberadaan mereka masih misterius walau militer Myanmar mengklaim kondisi mereka baik-baik saja. Kabar yang beredar, keduanya sempat ditahan di rumah masing-masing sebelum dipindahkan ke lokasi lain yang dirasa lebih pas.
Baca juga: Ribuan Orang Protes Kudeta Militer, Junta Blokir Internet di Seluruh Myanmar
Kendaraan militer Myanmar dikerahkan untuk berjaga-jaga di pos pemeriksaan menuju kompleks kongres di Naypyitaw, Myanmar, 1 Februari 2021. Militer Myanmar menyerahkan kekuasaan kepada Panglima Min Aung Hlaing yang langsung memberlakukan status darurat nasional selama setahun. REUTERS/Stringer
Kudeta itu sendiri dipicu kekalahan partai yang berafiliasi dengan militer Myanmar, Partai Persatuan Solidaritas dan Pengembangan (USDP), dari NLD pada pemilu tahun lalu. USDP menganggap ada kecurangan di pemilu tersebut sehingga menyakini pemerintahan yang ada sekarang tidak sah dan berhak digulingkan.
Sejak kudeta itu terjadi, warga Myanmar melakukan berbagai aksi protes atau perlawanan. Misalnya, dengan memukul perkakas dapur mereka di jalanan sekeras mungkin. Dalam kebudayaan Myanmar, hal itu adalah tradisi untuk mengusir roh jahat yang dalam hal ini adalah militer.
Contoh lain, para anggota Parlemen Myanmar, yang seharusnya mengucap sumpah sebelum kudeta terjadi, menggelar sidang dari rumah masing-masing. Hal itu termasuk menggelar upacara pelantikan sendiri. Mereka tidak ingin kudeta Myanmar menghalangi hak mereka.
Militer Myanmar membalas dengan melakukan sejumlah pemblokiran. Awalnya mereka memblokir media sosial Facebook yang digunakan nyaris separuh penduduk Myanmar. Belakangan, mereka memblokir layanan internet karena perlawnanan masyarakat tak kunjung reda.
Dalam unjuk rasa terbaru ini, rakyat tetap melakukan aksinya dengan damai. Mereka mengangkat salam tiga jari, dari film Hunger Games, sebagai simbol pemberontakan. Meski begitu, Kepolisian Myanmar tetap siaga di lokasi demo.
"Kediktatoran militer sudah bertahan terlalu lama di negeri ini, Kita harus melawannya," ujar salah satu demonstran, Myat Soe Kyaw, menanggapi kudeta Myanmar oleh militer.
Baca juga: Presiden Myanmar dan Keluarganya Dipindahkan dari Istana Kepresidenan
ISTMAN MP | CHANNEL NEWS ASIA