TEMPO.CO, Jakarta -Amnesty International mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Security Council) untuk bertindak cepat meminta pertanggungjawaban pihak militer Myanmar yang melakukan kudeta kemarin.
Menjelang pertemuan tertutup darurat Dewan Keamanan PBB tentang Myanmar yang digelar hari ini, 2 Februari 2021 waktu New York, Wakil Direktur Advokasi Amnesty International Sherine Tadros mengatakan bahwa mereka tidak bisa menutup mata akan peristiwa yang sedang terjadi di Myanmar.
“Anda tidak dapat membiarkan pelaku kejahatan berat di bawah hukum internasional bebas dan kemudian bertindak terkejut ketika mereka kembali menginjak-injak hak asasi manusia," ucap Sherine melalui keterangan tertulis resmi pada Selasa, 2 Februari 2021.
Amnesty International menilai, pihak militer yang kini tengah merebut kekuasaan, dapat menggulingkan pemerintah sipil dan memulai penangkapan tak berdasar terhadap oposisi politik.
Oleh karena itu, Sherine menilai Dewan Keamanan PBB harus bergerak cepat mencegah pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut, di mana dapat membuat situasi kian buruk. Ia pun menyayangkan Dewan Keamanan PBB yang tak berbuat sesuatu sejak hari pertama kudeta terjadi.|
Baca juga : Jepang: Kudeta Bisa Perkuat Pengaruh Cina di Kawasan Asi Tenggara
“Seandainya Dewan Keamanan bertindak tegas dan tegas sejak hari pertama, mungkin tidak berada dalam situasi di mana kehidupan dan kebebasan orang-orang di seluruh Myanmar kini menghadapi risiko yang lebih besar," ucap Sherine.
Sherine juga meminta Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi keuangan terhadap Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing dan pemimpin militer lainnya yang bertanggung jawab atas kejahatan kekejaman terhadap berbagai etnis minoritas di seluruh negeri, termasuk Rohingya.
Selain itu, Dewan Keamanan PBB juga harus memberlakukan embargo senjata global yang komprehensif terhadap Myanmar, dan merujuk situasi di Myanmar ke Pengadilan Kriminal Internasional.
"Dewan harus menuntut pembebasan segera semua orang yang ditahan dalam penggerebekan. Jika mereka tidak segera dituduh melakukan kejahatan yang diakui menurut hukum internasional," kata Sherine.
Sebelumnya, militer merebut kekuasaan pada 1 Februari. Mereka menahan Aung San Suu Kyi bersama dengan para pemimpin lain dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dalam penggerebekan dini hari.
Militer mengatakan telah menahan mereka sebagai tanggapan atas kecurangan pemilu dan menyerahkan kekuasaan kepada panglima militer Jenderal Min Aung Hlaing serta memberlakukan keadaan darurat selama satu tahun.
Min Aung Hlaing telah berjanji untuk mempraktikkan sistem demokrasi multi-partai yang berkembang dengan disiplin yang tulus.
Dia menjanjikan kepada rakyat Myanmar tentang pemilihan yang bebas dan adil dan penyerahan kekuasaan kepada partai pemenang tanpa memberikan kerangka waktu.
ANDITA RAHMA | THE MYANMAR TIMES