TEMPO.CO, Jakarta - Myanmar terancam mendapat sanksi dari Amerika. Presiden Joe Biden berkata, jika Kudeta Myanmar tak segera dihentikan, maka sanksi-sanksi yang sebelumnya dilonggarkan Amerika bisa ia kembalikan lagi. Atau, ia bisa saja menerapkan sanksi-sanksi baru untuk Myanmar.
Terakhir kali Amerika memberikan sanksi baru kepada Myanmar, hal itu terjadi di masa mantan Presiden Donald Trump. Trump menjatuhkan sanksi kepada empat komandan Militer Myanmar. Salah satu komandan itu adalah Jenderal Min Aung Hlaing. Menurut mantan penasehat Gedung Putih, Peter Kucik, Joe Biden bisa memberikan sanksi yang sama.
"Joe Biden bisa membuat sanksi baru terhadap Myanmar lewat perintah eksekutif yang mendeklarasikan status darurat nasional atas perkembangan di sana," ujar Kucik, dikutip dari kantor berita Reuters, Selasa, 2 Februari 2020.
Sanksi baru tersebut bisa bersifat personal ataupun ke pemerintahan. Jika bersifat personal, seperti yang diberikan Donald Trump, maka para figur yang dikenai sanksi tidak bisa pergi ke Amerika ataupun memiliki hubungan bisnis dengan perusahaan-perusahaan di Amerika. Tidak hanya itu, aset-aset figur terkait juga akan dibekukan sehingga tak bisa diakses hingga sanksi dicopot.
Sanksi ke pemerintahan bersifat lebih luas. Dengan sanksi itu, maka perusahaan-perusahaan di Amerika dilarang melakukan transaksi ekonomi dengan Myanmar. Hal itu bisa berupa larangan ekspor ataupun impor. Sebagai contoh dfi tahun 2013, Amerika melarang impor batu giok dari Myanmar.
Baca Juga:
Pendekatan secara nasional tersebut, dikutip dari Reuters, tidak didukung oleh kalangan pebisnis. Mereka ingin hubungan ekonomi dengan Myanmar tetap terjaga. Hal itu diakui oleh seorang advokat bisnis Amerika di Myanmar yang tak ingin namanya disebutkan.
Baca juga: Tanggapi Kudeta Myanmar, Joe Biden Ancam Berlakukan Sanksi Berat
Tentara Myanmar terlihat di dalam Balai Kota di Yangon, Myanmar 1 Februari 2021. Panglima militer Myanmar, Min Aung Hlaing, mengatakan militer akan menggelar pemilu baru segera setelah menyelesaikan implementasi status darurat. REUTERS/Stringer
Bagi para pebisnis, sanksi yang ditargetkan ke individu akan lebih menguntungkan. Sebab, hal itu akan membuat pintu kerjasama ekonomi tetap terbuka. Sanksi bisa diberikan, misalnya, kepada pejabat yang mengisi pemerintahan baru nanti untuk menyatakan bahwa Amerika tidak menganggapnya legal. Hal itu sudah dilakukan Amerika terhadap Venezuela.
Daniel Russel, mantan diplomat Amerika di masa pemerintahan Barack Obama, merasa pemberian sanksi tidak akan memberikan dampak berarti. Salah-salah malah akan memperlebar jurang kemiskinan di Myanmar. Salah satunya karena para pejabat yang melakukan kudeta Myanmar tak memiliki kepentingan dengan Amerika.
Russel berkata, para pejabat militer di Kudeta Myanmar sudah memiliki sokongan dari perusahaan-perusahaan lokal. Dengan kata lain, secara finansial, mereka sudah relatif aman tanpa hubungan dengan perusahaan Amerika sekalipun.
"Jadi, menambah sanksi ke Myanmar tak akan serta mereta menyelesaikan masalah. Pendekatan diplomatis yang berkelanjutan, baik bilateral atau bersama rekan, lebih dibutuhkan untuk meredam krisis dan membuka kembali jalan ke demokrasi," ujar Russel.
Organisasi Non Pemerintah, Human Rights Watch, menyarankan agar sanksi tidak disasarkan ke pemerintahan ataupun individu, tetapi ke perusahaan. Tepatnya, perusahaan-perusahaan yang memiliki afiliasi dengan para pejabat militer di Kudeta Myanmar. Dua di antaranya adalah Myanmar Economic Holdings Limited dan Myanmar Economic Corp. Keduanya menguasai bank, tembaga, garmen, dan telekomunikasi.
Per berita ini ditulis, Joe Biden belum menentukan sikap. Walau mengecam aksi militer Myanmar, ia belum secara resmi menyatakannya sebagai kudeta. Jika resmi dinyatakan sebagai kudeta, maka Amerika bisa memulai hukumannya dengan memblokir dana bantuan untuk Myanmar.
"Apa yang terjadi di sana bisa dikatakan sebagai Kudeta Myanmar. Nanun, kami tengah melakukan pengajian secara legal dan faktual," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri mengakhiri.
Baca juga: Amerika Kumpulkan Sekutu, Bahas Respon Kudeta Myanmar
ISTMAN MP | REUTERS
Catatan redaksi: Berita ini mengalami revisi soal penghitungan jumlah dana bantuan yang diberikan Amerika kepada Myanmar. Atas ketidakakuratannya, kami meminta maaf.