TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan tokoh-tokoh lain di partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang berkuasa telah ditahan pada Senin dini hari, setelah beberapa hari ketegangan yang meningkat dengan militer Myanmar dan telah memicu kekhawatiran akan kudeta militer.
Berikut adalah garis waktu dari beberapa peristiwa penting dalam situasi politik yang bergejolak di Myanmar, dikutip dari Reuters, 1 Februari 2021.
November 2015: Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) memenangkan pemilihan umum dengan telak dan Aung San Suu Kyi mengambil alih kekuasaan dalam peran yang dibuat khusus sebagai penasihat negara. Dia berjanji untuk menyelesaikan berbagai konflik etnis di Myanmar, menarik investasi asing, dan melanjutkan reformasi yang dimulai oleh mantan jenderal Thein Sein.
Oktober 2016: Militan Rohingya menyerang tiga pos perbatasan polisi di Negara Bagian Rakhine, menewaskan sembilan petugas polisi. Militer Myanmar kemudian melakukan operasi keamanan, mengakibatkan sekitar 70.000 orang meninggalkan negara bagian itu mengungsi ke negara tetangga Bangladesh.
25 Agustus 2017: Militan Rohingya melancarkan serangan di seluruh Rakhine, memicu kampanye yang dipimpin militer yang mendorong lebih dari 730.000 Rohingya ke Bangladesh. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan kampanye pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pembakaran dilakukan dengan "niat genosida", yang dibantah Myanmar. Suu Kyi mengatakan "teroris" berada di balik misinformasi terkait konflik Rakhine.
Januari 2019: Pertempuran baru dimulai di Rakhine antara pasukan pemerintah dan Tentara Arakan (AA), sebuah kelompok pemberontak yang mencari otonomi daerah yang lebih besar yang merekrut dari sebagian besar etnis minoritas Buddha Rakhine. Suu Kyi mendesak tentara untuk "menghancurkan" para pemberontak.
11 November: Gambia, negara mayoritas Muslim, mengajukan kasus genosida terhadap Myanmar di Mahkamah Internasional (ICJ) atas pengusiran Rohingya.
11 Desember: Suu Kyi muncul di ICJ di Den Haag dan menolak tuduhan genosida terhadap Rohingya sebagai "tidak lengkap dan menyesatkan" tetapi mengatakan kejahatan perang mungkin telah dilakukan.
September 2020: Virus corona (Covid-19) melanda Myanmar, yang sebelumnya sebagian besar selamat. Pemerintah mengunci Yangon, ibu kota komersial, dan daerah lain tetapi bersikeras pemilihan 8 November akan dilanjutkan.
22 September: Thomas Andrews, penyelidik hak asasi manusia PBB untuk Myanmar, mengatakan pemungutan suara akan gagal memenuhi standar internasional karena pencabutan hak ratusan ribu orang Rohingya. Dari setidaknya selusin orang Rohingya yang mencalonkan diri sebagai kandidat dalam pemilu, enam ditolak.
17 Oktober: Komisi pemilu Myanmar membatalkan pemungutan suara di sebagian besar Negara Bagian Rakhine, di mana pertempuran dengan AA telah menewaskan puluhan orang dan membuat puluhan ribu orang mengungsi. "Beberapa daerah tidak dalam kondisi untuk mengadakan pemilihan yang bebas dan adil", kata komisi pemilihan umum.
3 November: Panglima Militer Myanmar Min Aung Hlaing mengatakan pemerintah sipil membuat "kesalahan yang tidak dapat diterima" menjelang pemilihan, peringatan kedua dalam dua hari tentang potensi bias dalam pemungutan suara. Suu Kyi menyerukan ketenangan dalam tulisan di Facebook dan mendesak para pemilih untuk tidak diintimidasi.
9 November: NLD mengklaim kemenangan gemilang dalam pemilihan parlemen. Juru bicara NLD Myo Nyunt mengatakan mengharapkan NLD melampaui total 390 kursi yang diperolehnya dalam kemenangan telak tahun 2015.
11 November: Oposisi utama, Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan (USDP) yang didukung militer, menuntut pemilihan ulang dan menyerukan bantuan militer untuk memastikan keadilan, dengan menuduh ada penyimpangan pemilu.
13 November: NLD mengatakan akan berupaya membentuk pemerintahan persatuan nasional setelah hasil pemilihan resmi menunjukkan bahwa mereka memenangkan kursi parlemen yang cukup untuk membentuk pemerintahan berikutnya.
Baca juga: Mengenal Min Aung Hlaing, Pemimpin Tertinggi Militer Myanmar
26 Januari 2021: Juru bicara militer Angkatan Darat Brigadir Jenderal Zaw Min Tun memperingatkan pihaknya akan "mengambil tindakan" jika sengketa pemilu tidak diselesaikan dan menolak untuk mengesampingkan adanya kudeta, meminta komisi pemilu untuk menyelidiki daftar pemilih yang dikatakan mengandung ketidaksesuaian.
28 Januari: Komisi pemilu menolak tuduhan penipuan suara, dengan mengatakan tidak ada kesalahan yang cukup besar untuk memengaruhi kredibilitas suara.
30 Januari: Militer Myanmar mengatakan akan melindungi dan mematuhi konstitusi dan bertindak sesuai hukum. Demonstrasi pro-militer diadakan di beberapa kota besar, termasuk Yangon. Keesokan harinya, tentara "dengan tegas menyangkal" menghalangi transisi demokrasi dalam sebuah pernyataan di Facebook.
1 Februari: Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint dan tokoh senior lainnya dari partai yang berkuasa ditahan dalam penggerebekan dini hari. Internet dan beberapa layanan telepon seluler terganggu di Yangon dan tentara terlihat dikerahkan di luar balai kota setelah penangkapan Aung San Suu Kyi.
REUTERS
Sumber:
https://www.reuters.com/article/us-myanmar-politics-timeline/timeline-events-in-troubled-myanmar-since-suu-kyis-nld-party-came-to-power-idUSKBN2A112I