TEMPO.CO, Jakarta - Ultimatum Uni Eropa bahwa mereka akan menahan ekspor vaksin COVID-19 dari Pfizer dan AstraZeneca ke negara lain membuat khawatir Inggris. Menurut mereka, walaupun hal itu mungkin menyelesaikan masalah vaksinasi di Eropa, tetapi berpotensi mengganggu vaksinasi COVID-19 di negara lain termasuk Inggris.
"Jika itu memang benar terjadi nantinya, jelas akan mengkhawatirkan," ujar Kepala Eksekutif Layanana Kesehatan Nasional (NHS), Simon Stevens, dikutip dari kantor berita Reuters, Selasa, 26 Januari 2021.
Diberitakan sebelumnya, produksi vaksin COVID-19 oleh Pfizer dan AstraZeneca mengalami gangguan. Alhasil, mereka terpaksa memangkas pengiriman vaksin COVID-19 di Eropa. Pfizer, misalnya, sampai harus memangkas suplai vaksin COVID-19 hingga separuhnya.
Hal itu mendapat kecaman dari berbagai negara Eropa. Menurut mereka, Pfizer dan AstraZeneca tidak bertanggungjawab. Sebab, mereka sudah berjanji akan mengirimkan suplai vaksin sesuai jadwal. Dengan penundaan yang ada, mereka terpaksa menyesuaikan kampanye vaksinasi yang berpotensi menghambat pemulihan ekonomi juga.
Reaksi paling keras datang dari Uni Eropa langsung. Mereka mengancam akan membatasi ekspor vaksin COVID-19 sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pihak Uni Eropa menyatakan bahwa hal itu bukan untuk membuat anggotanya diprioritaskan, tetapi untuk memastikan hak mereka dipenuhi.
Baca juga: Pfizer Pangkas Suplai Vaksin COVID-19 Negara-negara Eropa Hingga Separuhnya
Margaret Keenan, 90 tahun, saat disuntikan vaksin COVID-19 Pfizer/BioNtech di University Hospital, Coventry, Inggris, 8 Desember 2020. Britain December 8, 2020. Margaret Keenan menjadi orang pertama di dunia yang menerima vaksin COVID-19 Pfizer/BioNtech. Jacob King/Pool via REUTERS
Simons mencoba optimistis pembatasan itu tidak akan terjadi. Di sisi lain, dirinya merasa bersyukur bahwa vaksinasi di Inggris sudah dilakukan lebih awal.
"Saya rasa dokter, rumah sakit, serta semua rekan kami melakukan kerjanya dengan baik untuk memastikan vaksinasi berjalan cepat. Kami tidak ingin progress yang ada terhambat," ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Menteri Pengiriman Vaksin COVID-19 Inggris, Nadhim Zahawi. Ia yakin Pfizer dan AstraZeneca akan menyelesaikan masalah produksinya sesegera mungkin dan mengejar ketinggalan. Dengan begitu, kewajiban mereka terhadap Uni Eropa maupun Inggris tetap terpenuhi.
"Nasionalisme vaksin bukan jalan yang sebaiknya diambil. Tidak ada yang selamat sampai kita semua selamat," ujar Zahawi.
Target Inggris adalah vaksinasi COVID-19 terhadap 15 juta warganya per pertengahan Februari. Senin kemarin, tercatat vaksinasi telah dilakukan terhadap 6,8 juta warga Inggris sejak 8 Desember 2020. Dengan kata lain, agar target tercapai, tinggal 7 juta warga yang harus divaksin dalam dua pekan ke depan.
Untuk mencapai target itu, Inggris telah menggenjot vaksinasi dua kali lipat sejak 11 Januari. Sekarang, targetnya adalah 2 juta vaksinasi per pekan. Menurut Inggris, hal itu tidak mustahil dengan mengerahkan 206 rumah sakit, 50 pusat vaksin, dan 1200 fasilitas lokal.
"Beberapa bulan ke depan akan menjadi periode krusial untuk membalikkan keadaan dari pandemi COVID-19," ujar Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock soal kampanye vaksin COVID-19.
Baca juga: Boris Johnson: Varian Baru COVID-19 di Inggris Mungkin Lebih Berbahaya
ISTMAN MP | REUTERS