TEMPO.CO, Jakarta - Sehari menjelang satu tahun kematian jenderal Qassem Soleimani, Iran dan Amerika mulai meningkatkan aktivitas militer masing-masing. Amerika, misalnya, mulai menggerakkan armada militernya ke kawasan teluk dan laut Oman yang disebut Iran sebagai "Petualangan Militer".
Militer Iran, di sisi lain, juga bersiaga di kawasan teluk. Dikutip dari CNN, aktivitas militer terlihat di sana dalam 48 jam terakhir. Hal itu menyusul pernyataan pengganti Qassem Soleimani, Esmail Ghaani, yang menyatakan bahwa balasan dari Iran masih mungkin terjadi.
"Serangan malah mungkin akan datang lebih dulu dari internal kalian," ujar Ghaani pada perayaan Tahun Baru kemarin, Jumat, 1 Januari 2021.
Sebagaimana diketahui, Qassem Soleimani dibunuh oleh militer Amerika via serangan drone di Baghdad, Irak pada 3 Januari 2020. Ia tewas seketika dalam serangan tersebut yang kemudian membuatnya ditasbihkan sebagai martir oleh Iran.
Inkumben Presiden Amerika, Donald Trump, berdalih serangan itu beralasan. Ia mengklaim memiliki laporan intelijen bahwa Qassem Soleimani berencana untuk menyerang kantor-kantor diplomatik Amerika di Timur Tengah. Belakangan, laporan intelijen itu sendiri dipertanyakan mantan Menteri Pertahanan Amerika Mark Esper yang menyatakan tidak ada bukti kuat Iran akan menyerang.
Presiden AS Donald Trump dan ibu negara Melania Trump naik Air Force One di Pangkalan Militer Gabungan Andrews di Maryland, AS, 23 Desember 2020. [REUTERS / Tom Brenner]
Sejak serangan itu, hubungan Iran dan Amerika memburuk. Keduanya saling berseteru untuk berbagai isu, mulai dari sanksi dagang hingga kesepakatan nuklir. Iran bahkan sempat membalas serangan drone Amerika ke Qassem Soleimani dengan memborbardir pangkalan di Irak dengan roket. Tragisnya, dalam periode balasan itu, Iran juga salah menembak pesawat komersial asal Ukraina yang mereka kira pesawat musuh.
Di bulan November, Donald Trump sempat berencana untuk kembali menyerang Iran. Beberapa pejabat di Gedung Putih, yang enggan disebutkan namanya, mengkonfirmasi hal itu. Trump kemudian mengurungkan niatnya atas masukan dari berbagai pihak.
Melihat aktivitas terbaru di kawasan teluk, di mana Amerika sampai membawa bomber dengan kapasitas nuklir, berbagai pihak khawatir pertempuran akan benar terjadi. Tom Nichols, pakar hubungan internasional dari US Naval War College, berkata ada banyak alasan yang bisa dipakai Donald Trump untuk menjustifikasi serangan.
"Saya jujur benar-benar khawatir Donald Trump akan berpikir untuk melakukan operasi militer demi membebani Presiden Amerika Terpilih Joe Biden," ujar Nichols. Joe Biden, sebagaimana diketahui, berniat meredam konflik Amerika - Iran dan kembali ke perjanjian nuklir.
Anggapan serupa juga datang dari mantan anggota Dewan Keamanan Nasional Sam Vinograd. Vinograd berkata, sangat mungkin Donald Trump melancarkan operasi militer ke Iran yang ia anggap sebagai ancaman. Apalagi, masa kepemimpinannya akan segera berakhir. Namun, ia optimistis Iran tidak akan memicu serangan duluan karena mereka bertaruh atas pemerintahan Joe Biden.
"Mereka tidak akan mau mempersulit hubungan dengan Joe Biden yang sebentar lagi dilantik dan kelanjutan dari negosiasi kesepakatan nuklir," ujarnya.
Adapun Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, menyebut Donald Trump dengan sengaja membuat situasi seakan perang akan terjadi. "Iran tidak mencari peperangan, namun kami akan melindungi rakyat kami," ujarnya via Twitter.
ISTMAN MP | CNN
https://edition.cnn.com/2021/01/01/politics/us-iran-soleimani-anniversary-tensions/index.html