TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Recep Tayyip Erdogan pada Jumat mengatakan Turki ingin memiliki hubungan yang lebih baik dengan Israel tetapi tetap menolak kebijakan Israel atas Palestina
Turki dan Israel, yang pernah menjadi sekutu, mengalami perselisihan pahit dalam beberapa tahun terakhir. Ankara berulang kali mengutuk pendudukan Israel di Tepi Barat dan perlakuannya terhadap warga Palestina. Dia juga mengkritik normalisasi hubungan Israel yang ditengahi AS baru-baru ini dengan empat negara Muslim.
"Kebijakan Palestina adalah garis merah kami. Tidak mungkin bagi kami untuk menerima kebijakan Israel Palestina. Tindakan tanpa ampun mereka di sana tidak bisa diterima," kata Erdogan kepada wartawan setelah salat Jumat di Istanbul, dilaporkan Reuters, 26 Desember 2020.
"Jika tidak ada masalah di tingkat atas (di Israel), hubungan kami bisa sangat berbeda," katanya, menambahkan bahwa kedua negara terus berbagi intelijen. "Kami ingin membawa hubungan kami ke titik yang lebih baik."
Kementerian Luar Negeri Israel menolak mengomentari pernyataan Erdogan.
Turki dan Israel saling mengusir duta besar pada 2018 setelah pasukan Israel menewaskan puluhan warga Palestina dalam bentrokan di perbatasan Gaza.
Pada Agustus tahun ini, Israel menuduh Turki memberikan paspor kepada belasan anggota Hamas di Istanbul.
Hamas merebut Gaza dari pasukan yang setia kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada 2007, dan kelompok itu telah berperang tiga kali dengan Israel sejak itu. Turki mengatakan Hamas adalah gerakan politik sah yang memenangkan kekuasaan melalui pemilihan demokratis.
Tahun ini Israel telah meresmikan hubungan dengan empat negara Muslim: Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko. Pada hari Rabu Israel mengatakan sedang mengupayakan normalisasi hubungan Israel dengan negara Muslim kelima, mungkin di Asia.
Ankara telah mengecam kesepakatan yang ditengahi AS, dengan Erdogan sebelumnya mengancam akan menangguhkan hubungan diplomatik dengan UEA dan menarik utusannya. Turki juga mengecam keputusan Bahrain untuk meresmikan hubungan dengan Israel sebagai pukulan bagi upaya membela perjuangan Palestina.
Warga Palestina melihat kesepakatan yang ditengahi AS sebagai pengkhianatan terhadap tuntutan lama negara-negara Arab, yang menuntut Israel harus mengakui kedaulatan Palestina lebih dulu sebelum membuka hubungan diplomatik. Saat itu hanya dua negara Arab yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, Mesir dan Israel menjalin hubungan penuh pada 1979 dan Yordania pada 1994.
Sumber:
https://uk.reuters.com/article/uk-turkey-israel-erdogan/erdogan-says-turkey-would-like-better-ties-with-israel-palestinian-policy-still-red-line-idUKKBN28Z0M6