TEMPO.CO, Jakarta - Wacana Presiden AS Donald Trump memberikan pengampunan kepada mantan kontraktor CIA Edward Snowden memicu perdebatan di antara anggota Kongres Amerika dari Partai Republik. Mereka belum menemukan kata sepakat apakah akan menganggap Edward Snowden sebagai pengkhianat atau whistleblower. Keputusan itu akan menentukan apakah ia berhak mendapat pengampunan dari Presiden Amerika Donald Trump atau tidak atas tindakannya membocorkan rahasia intelijen pada 2013.
Salah satu yang mengganggap Edward Snowden sebagai whistleblower adalah Senator Republikan dari Kentucky, Rand Paul. Menurut Paul, Snowden tidak pantas disebut pengkhianat karena apa yang ia lakukan justru membuka fakta gelap soal Pemerintahan Amerika beserta aktivitas intelijennya. Ia tidak melihat Snowden sebagai ancaman.
"Snowden bukan pengkhianat. Dia benar-benar whistleblower yang mencoba mengungkap orang-orang seperti (mantan Direktur Intelijen Nasional James) Clapper yang menggunakan kekuatan Deep State secara rahasia untuk mengejar orang Amerika. Snowden harus diampuni," kata Paul seperti diberitakan CNN, Jumat, 18 Desember 2020.
Sekutu Trump, perwakilan Republik Florida Matt Gaetz, juga menyatakan dukungannya atas wacana mengampuni Snowden. "Trump mendengarkan banyak masukan yang mendesaknya untuk mengampuni Snowden. Itu hal yang benar untuk dilakukan," cuit Gaetz.
Berbeda dibanding Paul dan Gaetz, Senator Lindsey Graham dari Carolina menganjurkan Donald Trump untuk tidak mengampuni Snowden. Ia justru meminta agar Snowden dituntut secara hukum. "Kepada mereka yang mendesak pengampunan Edward Snowden: Anda menyarankan agar Presiden @realDonaldTrump memaafkan pengkhianat. Edward Snowden bukan korban."
Baca Juga:
Seperti Graham, anggota Parlemen Amerika Liz Cheney pun menyebut pengampunan terhadap Snowden tidak masuk akal. "Dia bertanggung jawab atas pengungkapan informasi rahasia terbesar dan paling merusak dalam sejarah Amerika. Dia menyerahkan rahasia Amerika kepada intelijen Rusia dan Cina yang membahayakan pasukan dan bangsa kita. Memaafkannya akan sangat tidak beralasan," kata dia.
Edward Snowden dalam pertemuan tertutup di bandara Moskow, Rusai (12/7). Ia menjanjikan akan memberi informasi rahasia Amerika jika Rusia bersedia memberikan suaka sementara untuknya. (AP Photo/Human Rights Watch, Tanya Lokshina)
Sebelum Trump memimpin, pemerintahan mantan Presiden Barack Obama menganggap apa yang dilakukan Snowden membahayakan keamanan nasional. Oleh karenanya, mereka memintanya untuk segera keluar dari persembunyian dan kembali ke Amerika.
Joe Biden, yang kala itu menjabat Wakil Presiden, berupaya membatasi gerak Snowden dengan melobi negara-negara tujuan pelariannya. Harapannya, mereka tidak memberikan suaka bagi Snowden untuk berlinding. Namun, Snowden berhasil mendapatkannya dari Rusia dan hingga sekarang ia bertahan di sana untuk menghindari jeratan hukum atas perkara spionase.
Sejumlah upaya agar Snowden diampuni oleh Barack Obama sudah dicoba, bahkan melalui petisi. Namun, Pemerintahan Obama tetap pada keputusannya untuk tidak memberikan pengampunan.
Upaya untuk mendapat pengampunan baru datang di masa pemerintahan Donald Trump. Walau Donald Trump pernah menyebut Snowden sebagai pengkhianat dan mata-mata yang harus dieksekusi, baru-baru ini ia menyatakan keterbukaannya untuk memberikan pengampunan. Per berita ini ditulis, Donald Trump sudah memberikan pengampunan terhadap 29 orang.
"Ada banyak orang yang berpikir bahwa dia tidak diperlakukan dengan adil. Maksud saya, saya mendengarnya," kata Trump pada Agustus lalu. Ia menambahkan, "Itu pasti sesuatu yang bisa saya lihat. Banyak orang yang menonton. Di sisinya, aku akan mengatakan itu. Aku tidak mengenalnya, tidak pernah bertemu dengannya. Tapi banyak orang di sisinya."
FRISKI RIANA | CNN
https://edition.cnn.com/2020/12/18/politics/gop-divided-edward-snowden-trump-pardon/index.html