TEMPO.CO, Jakarta - Venezuela semakin kekurangan pegawai negeri sipil atau PNS karena sedikit yang masuk kerja dan mengundurkan diri massal akibat gaji yang semakin berkurang.
Kantor pajak Venezuela sepi, ruang kelas kekurangan guru, dan tagihan listrik tidak tertagih, karena gaji pegawai negeri yang sedikit mendorong ratusan ribu pegawai negeri Venezuela bolos kerja dan mengundurkan diri.
Setelah bertahun-tahun mengalami krisis ekonomi, banyak lembaga negara Venezuela sekarang bekerja dengan kapasitas pegawai yang sangat kecil karena para aparatur menyerah akibat pendapatan yang hampir tidak mencukupi untuk memberi mereka makan.
Dengan lebih sedikit staf, perusahaan listrik negara dan perusahaan telepon sering mengabaikan pemadaman, metro Caracas membatasi layanan, dan badan pajak nasional telah mengabaikan wajib pajak terhadap perusahaan swasta, menurut puluhan pegawai publik, seperti dilaporkan Reuters, 16 Desember 2020.
2,8 juta pegawai pemerintah yang tersisa di negara itu rata-rata menghasilkan US$ 13 (Rp 184 ribu) per bulan, kurang dari setengah pendapatan pekerja sektor swasta, menurut perusahaan riset lokal Anova.
Anova dan dua konsultan lainnya memperkirakan setidaknya 500.000 pegawai negeri telah mengundurkan diri pada tahun lalu.
Anova menghitung setidaknya 25% pegawai negeri sipil bertahan dengan upah minimum. Upah ini turun di bawah US$ 1 (Rp 14.133) per bulan, yang hanya bisa membeli 1 kg beras atau tepung jagung, untuk sebagian tahun ini di tengah inflasi tahunan sebesar 4.087%.
Orang-orang menunggu transportasi umum di luar stasiun metro selama pemadaman litsrik di Caracas, Venezuela, 22 Juli 2020.[REUTERS]
Perusahaan telepon Cantv, yang dinasionalisasi pada 2007, membayar pegawainya hanya sekitar US$ 6 (Rp 85 ribu) sebulan, kata pekerja dan anggota serikat pekerja Igor Lira. "Apa yang dapat kamu lakukan dengan pendapat segitu?" tanyanya, menjelaskan mengapa begitu banyak yang keluar dan mereka yang tetap bertahan mengambil kerja sampingan.
Meskipun mencegah kas negara jebol, gaji rendah mengikis loyalitas pegawai negeri, melemahkan kemampuan negara untuk berfungsi, dan pada akhirnya menambah pengangguran dan kekurangan layanan publik di antara orang-orang yang sudah lama menderita. Warga Venezuela berjumlah sekitar 30 juta sebelum eksodus beberapa juta dalam beberapa tahun terakhir ke negara tetangga.
Di metro Caracas, transportasi umum utama di ibu kota, banyak karyawan meliburkan diri dan tidak pernah kembali, kata seorang pensiunan berusia 57 tahun yang baru keluar setelah bekerja tiga puluh tahun.
Metro, tempat Presiden Nicolas Maduro pernah bekerja sebagai sopir bus dan pemimpin serikat pekerja, membayar karyawan dengan mata uang bolivar lokal yang setara dengan sekitar US$ 10 (Rp 141 ribu) per bulan.
Para pegawai negeri sipil mengatakan sikap apatis menjadi sangat akut setelah tiga tahun hiperinflasi dan dampak yang menghancurkan dari lockdown virus corona tahun ini.
Mengukur eksodus pegawai negeri sulit karena banyak yang berhenti bekerja tanpa mengundurkan diri dan lembaga negara tahun ini tidak lagi menghukum ketidakhadiran. Banyak yang tidak masuk kerja dan tidak ada sanksi.
Maduro, yang menjabat sejak 2013, mengatakan masalah ekonomi Venezuela disebabkan oleh sanksi AS, tetapi mengakui gaji rendah pegawai negeri adalah masalah. "Ini adalah luka terbuka dan membusuk yang akan kami sembuhkan," katanya baru-baru ini.
Pemerintah telah menaikkan upah bolivar berulang kali, tetapi Venezuela tidak dapat mengimbangi inflasi.
Sumber:
https://www.reuters.com/article/venezuela-wages-insight/empty-desks-litter-venezuelan-state-offices-in-low-pay-exodus-idUSKBN28Q1LM?il=0