TEMPO.CO, Jakarta - Hakim mendakwa pelaksana tugas Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab dan tiga mantan menteri karena kelalaian yang menyebabkan ledakan di Beirut yang menewaskan 200 lebih orang.
Hassan Diab bersama dua mantan menteri pekerjaan umum dan mantan menteri keuangan Lebanon pada Kamis didakwa dengan hukuman pidana karena kelalaian mereka "menyebabkan kematian dan luka kepada ratusan orang" dalam ledakan di pelabuhan kota pada 4 Agustus 2020, seperti dilapokan kantor berita Lebanon, National News Agency, dikutip dari CNN, 11 Desember 2020.
Kantor berita resmi negara itu melaporkan dakwaan telah diajukan terhadap Hassan Diab dan mantan menteri keuangan Ali Hassan Khalil, serta mantan menteri pekerjaan umum, Ghazi Zeiter dan Youssef Fenianos.
Menurut Sky News, Zeiter adalah menteri transportasi dan pekerjaan umum pada tahun 2014, sedangkan Fenianos menjabat dari tahun 2016 hingga awal tahun 2020. Khalil menjabat sebagai menteri keuangan pada tahun 2014, 2016 dan sampai tahun ini.
Putusan ini adalah dakwaan yang dikenakan terhadap pejabat tinggi Lebanon dalam penyelidikan insiden tersebut. Ledakan di Beirut diyakini disebabkan oleh ledakan ribuan ton amonium nitrat, disimpan selama bertahun-tahun di pelabuhan ibu kota Lebanon.
Hakim Fadi Sawan, yang mengusut insiden tersebut, akan memeriksa Diab dan para mantan menteri pekan depan.
"Hati nurani Perdana Menteri jelas. Dia yakin bahwa tangannya bersih dan dia telah menangani file ledakan di Pelabuhan Beirut dengan cara yang bertanggung jawab dan transparan," kata pernyataan dari kantor Diab pada hari Kamis. "Hassan Diab tidak akan mengizinkan Pemerintahannya menjadi target pihak mana pun."
Pemerintah Diab, yang mengundurkan diri setelah ledakan dan akan diganti ketika kabinet baru dibentuk, telah berulang kali mengakui telah menerima peringatan sebelumnya tentang bahaya yang ditimbulkan oleh penyimpanan bahan peledak di pelabuhan.
Pemerintah sebelumnya juga diberi tahu tentang gudang tersebut, tetapi tidak ada yang membahas masalah tersebut.
Tidak jelas apa yang memicu ledakan amonium nitrat, yang merupakan material yang mudah meledak, tetapi pejabat pemerintah mengatakan bahwa mereka tidak mengesampingkan dugaan sabotase.
Sejumlah balon diterbangkan dalam upacara untuk memperingati peristiwa ledakan pelabuhan 4 Agustus di Beirut, Lebanon, 4 Oktober 2020. Dua ledakan mengguncang Pelabuhan Beirut pada 4 Agustus, menghancurkan sebagian kota dan menewaskan sekitar 190 orang serta melukai sedikitnya 6.000 lainnya. Xinhua/Bilal Jawich
Keempat politisi itu adalah orang paling senior yang sejauh ini didakwa dalam penyelidikan rahasia.
Sekitar 30 petugas keamanan lainnya serta petugas pelabuhan dan bea cukai juga telah ditahan sebelumnya, Sky News melaporkan.
Kemarahan muncul karena investigasi yang lambat, kurangnya jawaban, dan fakta bahwa tidak ada pejabat senior yang didakwa.
Protes pecah di Beirut setelah bencana itu ketika penduduk menyalahkan para pemimpin negara atas apa yang terjadi.
Keamanan negara mengumpulkan laporan tentang bahaya penyimpanan material di pelabuhan dan mengirimkan salinannya ke kantor presiden dan perdana menteri pada 20 Juli.
Penyelidikan difokuskan pada bagaimana amonium nitrat disimpan di pelabuhan dan mengapa sengaja disimpan di sana, di lokasi yang menjadi pusat permukiman dan bisnis ibu kota.
Ledakan itu meratakan pelabuhan, menghancurkan sebagian besar kota dan memaksa sekitar 300.000 orang meninggalkan rumah mereka.
Hassan Diab, mantan profesor universitas, mengundurkan diri beberapa hari setelah ledakan, bersama dengan seluruh pemerintah Lebanon. Ketika ledakan di Beirut terjadi, Lebanon sedang mengalami krisis ekonomi, jatuhnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, dan maraknya korupsi di antara pejabat.
Sumber:
https://edition.cnn.com/2020/12/10/middleeast/lebanon-pm-indicted-beirut-explosion-intl/index.html
https://news.sky.com/story/beirut-explosion-lebanons-caretaker-pm-hassan-diab-and-three-former-ministers-charged-12156926