TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kehakiman Amerika dan Kejaksaan Federal bekerja sama menginvestigasi dugaan suap ke Gedung Putih untuk pemberian grasi oleh Presiden Amerika. Hal itu terungkap dari berkas perkara yang dibuka ke publik di Pengadilan Federal.
Hakim Distrik Amerika, Berry Howell, membuka berkas perkara tersebut pada Selasa lalu. Sebagian isi dari berkas telah dihapus, namun Berry Howell mengungkapkan bahwa masih ada catatan soal "Suap Untuk Grasi". Salah satunya berupaa catatan yang mengatakan bahwa Jaksa Federal Washington telah menerima bukti tindak pidana suap tersebut.
"Seseorang akan memberikan kontribusi politik secara substansial sebagai ganti atas grasi dari presiden atapun pengurangan hukuman," ujar berkas perkara itu, dikutip dari kantor berita Reuters, Rabu, 2 Desember 2020.
Berkas perkara itu juga menyatakan bahwa Jaksa Federal Washington juga menyelidiki lobi-lobi rahasia yang melibatkan dua lobyist serta pejabat senior Gedung Putih. Walau identitas lobyist dan pejabatnya tidak diungkap atau terungkap, berkas perkara mengatakan bahwa lobi-lobi itu dilakukan tanpa mematuhi protokol yang berlaku.
Cross Hall Gedung Putih dihiasi pernak-pernik menyambut perayaan Natal di Washington, AS, 30 November 2020. Melania Trump memamerkan dekorasi Natal Gedung Putih dengan tema "Amerika yang Indah". REUTERS/Kevin Lamarque
Baca Juga:
Kementerian Kehakiman membenarkan bahwa investigasi itu sedang berjalan. Namun, mereka menyatakan bahwa tidak ada pejabat pemerintah yang mereka sasar untuk saat ini selain yang perlu ditanyai untuk kepentingan investigasi. Ada tiga individu yang akan dikonfrontir soal itu mengacu pada bukti-bukti yang sudah dikumpulkan.
Dikutip dari Reuters, investigator telah mengamankan lebih dari 50 barang bukti. Semuanya adalah media dengan kapasitas penyimpanan digital mulai dari iPhone, iPad, laptop, flashdisk, komputer, dan external harddisk.
Berbicara soal grasi, Presiden Amerika Donald Trump adalah salah satu presiden paling royal dalam memberikan pengampunan tersebut. Ada lebih dari 20 orang yang sudah mendapat grasi dari Donald Trump, termasuk yang terbaru adalah mantan penasehat keamanan nasionalnya, Michael T Flynn.
Michael Flynn mendapat grasi pada pekan lalu. Ia diperkarakan karena berbohong kepada Biro Investigasi Federal (FB) soal komunikasi antara Rusia dan Amerika usai Pilpres Amerika 2016. Kala itu, Rusia dicurigai mempengaruhi jalannya Pilpres Amerika lewat berbagai cara, termasuk penyebaran disinformasi.
ISTMAN MP | REUTERS