TEMPO.CO, Jakarta - Gagal mengubah hasil Pilpres Amerika, inkumben Presiden Donald Trump sekarang mencoba mengubah sistem pemilu legislatif. Dikutip dari kantor berita Reuters, Mahkamah Agung Amerika akan menguji permohonan Donald Trump soal pengecualian imigran gelap dari sensus nasional. Jika permohonan itu diterima, maka jumlah imigran gelap tidak akan dihitung dalam proses alokasi kursi di Parlemen AS.
Lembaga Perlindungan Imigran di Amerika mengecam keputusan Mahkamah Agung. Menurut mereka, langkah tersebut akan membuat negara-negara bagian dengan jumlah imigran besar kehilangan kekuatan politiknya. Di sisi lain, hal itu juga berpotensi menggerus jumlah Demokrat di Parlemen dan menguntungkan Trump beserta Republikan.
"Itu yang selalu kami pikirkan," ujar Dale Ho, pengacara dari American Civil Liberties Union, Ahad, 29 November 2020.
Di Amerika, kurang lebih ada 11 juta imigran yang menetap secara ilegal. Dalam prakteknya, Pemerintah Amerika selalu memperhitungkan mereka dalam sensus. Alhasil, dalam penghitungan alokasi kursi, keberadaan mereka ikut berperan.
Beberapa negara bagian yang memiliki banyak imigran gelap adalah New Jersey, Texas, dan California. Beberapa di antaranya adalah daerah Demokrat. Hal itu tak ayal membuat sejumlah pihak was was kursi untuk Demokrat akan tergerus dan kursi Republikan bertambah.
Seorang bocah imigran menangis saat mengikuti orang tuanya ketika berusaha menyeberang perbatasan antara Meksiko dan AS secara ilegal, di kawasan Tijuana, Meksiko, 11 Desember 2018. Para imigran dari wilayah Amerika Tengah nekat menyeberang perbatasan yang dijaga ketat oleh polisi AS. REUTERS
Dale Ho mengaku optimistis Mahkamah Agung pada ujungnya akan menolak permohonan Donald Trump. Meskipun konservatif mendominasi di Mahkamah Agung, kata Dale Ho, konstitusi mengatur bahwa alokasi kursi di Parlemen mengacu pada "seluruh penduduk di setiap negara bagian" tanpa kecuali. "Ini sebenarnya kasus yang lumayan mudah," ujarnya.
Tim kuasa hukum Donald Trump, secara terpisah, menyatakan bahwa kliennya memiliki hak untuk mempertanyakan hukum yang berlaku. Mereka juga menuding protes dari penentang Trump tidak memiliki kekuatan hukum.
"Administrasi Donald Trump memiliki diskresi untuk menentukan data yang akan dipakai dalam proses sensus," ujar perwakilan Donald Trump, Jeff Wall.
Mahkamah Agung menargetkan keputusan soal permohonan Donald Trump akan siap sebelum akhir tahun. Jika permohonan itu diterima, maka akan menyulitkan Joe Biden untuk meresponnya dalam waktu singkat.
Sebagai catatan, Donald Trump sejak awal mengupayakan kebijakan anti-imigran. Tahun lalu, ia mengajukan permohonan pengubahan pertanyaan sensus. Ia ingin kewarganegaraan ikut disebutkan untuk menakut-nakuti imigran gelap. Mahkamah Agung menolak permohonan itu.
ISTMAN MP | REUTERS